Mengenal Istilah SSE Pajak dan Cara Membuatnya

Mengenal Istilah SSE Pajak dan Cara Membuatnya

Keberadaan pajak yang dibayarkan oleh para wajib pajak amat bermanfaat bagi pembangunan dalam sebuah negara. Sebagai seorang warga negara yang baik, kita harus ikut serta berpartisipasi dalam pembayaran pajak dengan cara memberikannya secara tepat waktu. 

Kini tak ada lagi alasan untuk tidak membayar pajak karena kita bisa lebih mudah memenuhi kewajiban sebagai seorang wajib pajak dengan memanfaatkan fasilitas elektronik yang sebelumnya telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia. Salah satunya adalah dengan menggunakan SSE Pajak atau Surat Setoran Elektronik Pajak.

Apa itu SSE Pajak? Bagaimana cara membuat atau menggunakannya sebagai media pembayaran sebuah pajak? Apa saja keuntungan yang ditawarkan?

Pada artikel berikut ini, PayrollBozz akan mengajak Anda untuk mengetahui lebih lanjut mengenai definisi, keuntungan serta cara membuat SSE pajak yang mudah dipahami. Simak lengkap artikelnya berikut ini, ya.

Pengertian Surat Setoran Elektronik (SSE) Pajak

Definisi SSE Pajak

Mulai dari 1 Januari 2016, pemerintah telah mengalihkan pembayaran pajak dengan cara manual menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Surat Setoran Elektronik (SSE) pajak. Namun apakah sebenarnya yang dimaksud dengan SSE Pajak dan bagaimana pula cara mendaftarnya?

Baca juga : Mengenal Outsourcing Karyawan dan Perbedaannya dengan Karyawan Kontrak

Surat Setoran Pajak elektronik (SSE) sebagaimana telah diatur dalam PER – 05/PJ/2017 adalah sebuah bukti pembayaran pajak secara elektronik yang telah dilakukan dengan cara menggunakan formulir atau biasanya telah dilakukan dengan cara lain ke dalam kas negara melalui tempat-tempat pembayaran pajak yang ditunjuk oleh Kementerian Keuangan.

Surat Setoran Elektronik merupakan suatu pengembangan atau wujud elektronifikasi dari Surat Setoran Pajak (SSP). Sebagai wujud elektronifikasi dari Surat Setoran Pajak (SSP), SSE sendiri memiliki fungsi serta substansi isi yang sama dengan apa yang ada di dalam SSP yang kemudian dibayarkan dengan menggunakan sistem e-billing.

Munculnya system e-Billing dalam SSE yang dikembangkan oleh Ditjen Pajak patut diapresiasi karena dengan adanya e-Billing ini mampu memberi banyak manfaat seperti memungkinkan wajib pajak untuk membayar pajak dari mana saja serta kapan saja dan bisa melalui media apa saja seperti internet banking, mesin ATM, teller Bank, kantor pos atau bahkan aplikasi pembayaran pajak secara online

Keuntungan yang bisa didapat dari SSE Pajak

Keuntungan SSE Pajak

1. SSE memudahkan karena bisa melakukan pembayaran dari mana saja

Dengan adanya SSE pajak, pembayaran pajak bisa dilakukan tanpa bertatap muka. Selain itu tidak ada lagi proses mengantri di loker teller untuk melakukan pembayaran. Pembayaran dan formulir pembayaran pajak dapat diakses melalui smartphone masing masing.

2. Prosesnya menghemat waktu karena lebih cepat

Transaksi pembayaran pajak juga bisa dilakukan dengan waktu yang lebih singkat dari manapun kita berada.

3. Sistem yang akan lebih akurat mengurangi kesalahan

Sistem pembayaran baru pajak ini juga sangat membantu dalam menghindari kesalahan-kesalahan yang biasanya sering terjadi ketika memasukkan kode dari akun pajak atau kode jenis setoran pajak itu sendiri. Mengapa? Sistem online yang ada akan membimbing kita dalam proses pengisian SSE dengan lebih akurat sesuai transaksi perpajakan kita

Cara Membuat SSE Pajak

Cara Membuat SSE Pajak

Formulir SSE sendiri diterbitkan secara self-service dalam pengajuan pembayaran pajak melalui:

1. Aplikasi billing dari DJP (Ditjen Pajak).

2. Layanan, aplikasi, produk, atau sistem penerbitan dari kode billing oleh bank/pos dan pihak lain yang telah ditunjuk oleh Ditjen Pajak, meliputi didalamnya adalah perusahaan ASP.

3. Perusahaan Telekomunikasi.

Formulir SSE yang diterbitkan berisikan beberapa informasi seperti Nama wajib pajak, NPWP, alamat dan isian NOP, Jenis Pajak yang akan dibayarkan, Jenis Setoran, Masa dan Tahun Pajak, Nomor Ketetapan Pajak, serta Jumlah Setor yang harus diinput sendiri oleh para wajib pajak yang akan membayarkan pajak secara online tersebut.

Baca juga : Mengenal Istilah UU Cipta Kerja yang Marak Diprotes Berbagai Kalangan

Setelah para wajib pajak telah yakin dengan kebenaran informasi pembayaran pajak yang telah mereka input, maka kemudian sistem akan menerbitkan kode billing pembayaran pajak yang telah disertai dengan informasi tentang masa aktif kode billing.

Kode Billing sendiri adalah kode identifikasi yang biasanya diterbitkan melalui Sistem Billing atas suatu jenis pembayaran pajak atau setoran pajak yang akan dilakukan oleh para wajib pajak. Masa aktif dari kode billing yang tertera di dalam Formulir SSE perlu lebih diperhatikan karena jika sudah masuk jatuh tempo waktu pembayaran pajak, maka kode billing yang sebelumnya sudah terbit tidak dapat dipergunakan lagi.

Input data yang dilakukan juga sebaiknya dilakukan dengan lebih teliti karena setoran yang telah masuk di pos penerimaan tidak dapat diubah secara otomatis oleh para wajib pajak, tapi harus melalui serangkaian proses pemindahbukuan yang cukup rumit serta pengajuannya hanya bisa dilakukan secara manual.

Meski versi terbaru dari sistem billing pajak DJP (SSE3/SSE versi 3) telah bisa diakses namun sistem billing lama (untuk SSE versi 1 dan 2) selanjutnya akan dialihkan ke djponline.pajak.go.id namun masih bisa diakses seperti biasa.

Namun, sistem billing pajak yang baru ini memiliki tampilan baru dengan berbagai fitur yang lebih lengkap, fitur-fitur tersebut antara lain seperti fitur tambahan pembuatan billing atas NPWP pihak lain dan juga pembuatan billing untuk untuk Pembayaran Pajak tanpa-NPWP.

Pada sistem ini, maka penerbitan kode billing yang dilakukan melalui e-billing (self service) yang kemudian langsung diterima oleh para wajib pajak merupakan kunci utama kemudahan dalam proses pembayaran pajak yang lebih efisiensi terhadap waktu. Selanjutnya, kode billing yang telah dimiliki oleh para wajib pajak tersebut dapat dengan mudah dimasukkan atau diinput untuk diselesaikan pembayarannya.

Baca juga : Surat Setoran Pajak (SSP): Definisi, Fungsi dan Jenis-jenisnya

Penutup

Nah, itulah tadi artikel singkat mengenai definisi surat setoran elektronik atau SSE pajak. Dalam prakteknya, SSE pajak menawarkan begitu banyak kemudahan dalam hal setoran atau pembayaran bagi para pelaku Wajib Pajak. Dengan demikian, diharapkan orang-orang tidak bermalas-malasan lagi dalam menyetorkan tarif pajak yang wajib mereka bayar.

Bagaimana pun, uang yang dibayarkan oleh para pihak Wajib Pajak akan digunakan untuk mendukung pembangunan bangsa melalui perwujudan infrastruktur yang lebih baik, akses jalan yang lebih lancar, biaya belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan dan masih banyak lagi lainnya.

So, pada akhirnya apa yang kita bayar sebagai hal yang disebut pajak akan kembali pada diri kita sendiri untuk dinikmati. Jadi masih mau telat atau bahkan bolos membayar pajak? Pikirkan dua kali ya kalau tidak mau terkena sanksi.

Cara Menghitung Pajak Penghasilan (PPh21)

Cara Menghitung Pajak Penghasilan (PPh21)

Bagaimana cara menghitung pajak penghasilan (PPh21)? Kemudian siapa saja yang menjadi wajib pajak PPh 21 ini? Lalu apa yang membedakan pajak penghasilan PPh 21 dengan jenis pajak penghasilan lainnya?

Sebelum mengulas itu semua, hal paling mendasar yang harus selalu Anda ingat adalah sebagai warga neraga yang baik, penting untuk selalu membayar pajak tepat waktu. Kenapa? Sebab pembayaran pajak bisa dikatakan sebagai penyumbang terbesar dari sumber pendapatan negara.

Pengertian Pajak Penghasilan (PPh21)

Sebelum membahas seperti apa cara menghitung pajak penghasilan (PPh21), ada baiknya untuk tahu terlebih dahulu apa itu Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh21). PPh 21 ini merupakan pungutan wajib dari pemerintah berdasarkan aturan yang sudah dibuat dalam Undang-Undang.

Potongan gaji atau upah ini diambil dari pendapatan secara individu, baik individu tersebut bekerja dengan orang lain maupun memiliki usaha sendiri. Artinya PPh 21 ini secara sederhana bisa dipahami sebagai wajib pajak milik perorangan.

Hal paling mendasar yang penting untuk selalu Anda ingat adalah PPh 21 ini berbeda dengan PPh lainnya, semisal PPh 22. Untuk lebih jelasnya lagi, di bawah ini adalah jenis pajak penghasilan lain selain PPh 21:

1 ) PPh 22

Pajak penghasilan ini dibebankan kepada pembayaran pajak PT maupun CV yang bergerak di bidang ekspor dan impor.

2 ) PPh 23

Pajak penghasilan ini dibebankan kepada penghasilan atas modal maupun penyerahan jasa dan hadiah penghargaan.

3 ) PPh 25

Pajak penghasilan yang didapatkan dari jumlah pajak terhutang menurut SPT Tahunan.

Wajib Pajak Penghasilan (PPh21)

Berbicara mengenai cara menghitung pajak penghasilan (PPh21) tidak akan terlepas dengan siapa wajib pajak yang harus membayar PPh 21 itu sendiri. Selain pegawai, ternyata ada beberapa jenis pekerjaan lain yang wajib membayar PPh 21, diantaranya adalah:

  1. Pegawai
  2. Penerima uang pesangon maupun pensiunan
  3. Angota dewan komisaris yang bekerja di perusahaan yang berbeda
  4. Peserta kegiatan yang mendapat gaji, misalnya seperti freelance.

Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan (PPh21)

Sebelum masuk ke dalam cara menghitung pajak penghasilan (PPh21), penting untuk tahu Dasar Pengenaan Pajak atau DPP. Alasannya adalah tidak semua wajib pajak diwajibkan membayar pajak penghasilan (PPh21) ketika gajinya tidak menyentuh ambang batas tertentu.

Menurut Peraturan Dirjen Pajak No.16/Pj/2016/ Bab V Pasal 9, ada beberapa poin penting yang bisa dijadikan sebagai acuan pengenaan pajak penghasilan (PPh21), seperti:

1 ) Siapa yang harus membayar penghasilan kena pajak? Yang wajib membayar penghasilan kena pajak adalah:

  • Pegawai tetap
  • Angotan PNS, BUMN, maupun penerima uang pensiun berkala lainnnya
  • Memiliki penghasilan rata-rata di atas Rp 4.500.000 per bulan. Dan jika penghasilan di bawah Rp 4.500.000 per bulan, secara otomatis kewajiban wajib pajak menjadi hilang.

2 ) Pegawai tidak tetap yang penghasilan per harinya sebesar Rp 450.000 dan memporoleh bayaran lebih dari Rp Rp 4.500.000 per bulan diwajibkan untuk membayar pajak penghasilan (PPh 21).

Berdasarkan dari DPP di atas, ada beberapa pihak yang diharuskan untuk membayar kewajiban pajak penghasilan. Tetapi bagi Anda yang memiliki PTKP di bawah Rp 4.500.000 per bulan secara otomatis akan dilepaskan dari tanggung jawab PPh 21.

Kenali PKP dan PTKP

Penghasilan Kena Pajak atau PKP dan Penghasilan Tidak Kena Pajak atau PTKP menjadi hal yang sangat penting untuk diketahu pada saat ingin menghitung pajak penghasilan (PPh21). Bahkan bisa dikatakan PKP dan PTKP ini merupakan dua komponen penting dalam cara menghitung pajak penghasilan (PPh21).

Pada dasarnya menghitung PTKP sangat mudah. Hal ini dikarenakan angkanya sudah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Artinya Anda tinggal memasukkannya saja ke dalam kotak penghitungan. Adapun beberapa jenis PTKP adalah:

  1. Wajib Pajak Pribadi = Rp 54.000.000 per tahun.
  2. Wajib Pajak Menikah Tanpa Anak = Rp 54.000.000 + Rp 4.500.000 per tahun.
  3. Wajib Pajak Menikah dengan Anak = Rp 54.000.000 + Rp 4.500.000 + Rp 4.500.000 per tahun.

Setelah tahu besaran PTKP, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana dengan PKP? Sederhananya, PKP ini merupakan uang dari penghasilan bersih Anda selama satu tahun bekerja dikurangi PTPK yang Anda tengah alami. Artinya jika Anda belum menikah maka PTKP hanya Rp 54.000.000.

Contoahnya seperti ini, Anda adalah seorang pegawai yang belum menikah dengan gaji setiap bulannya adalah Rp 15.000.000. Seperti ini cara menghitung PKP Anda:

PKP = (Penghasilan Setahun) – PTKP
PKP = (Rp 15.000.000 x 12) – Rp 54.000.000
PKP = (Rp 180.000.000) – Rp 54.000.000
PKP = Rp 126.000.000

PKP Dijadikan Sebagai Acuan

Sederhananya PKP ini bisa dikatakan sebagai acuan dalam cara menghitung pajak penghasilan (PPh21). Artinya jika PKP sudah diketahui, akan menjadi hal yang sangat mudah untuk tahu besaran pajak yang harus dibayarkan setiap tahunnya.

Intinya jumlah yang ada di PKP ini dijadikan sebagai dasar pada saat penghitungan pajak penghasilan (PPh21) yang sudah diatur oleh pemerintah seperti di bawah ini:

  1. Seorang wajib pajak yang memiliki PKP mencapai Rp 50.000.000, tarif pajak yang dibebankan sebesar 5%.
  2. Seorang wajib pajak yang memiliki PKP diatas Rp 50.000.000 hinga Rp 250.000.000, tarif pajak yang dibebankan sebesar 15%.
  3. Seorang wajib pajak yang memiliki PKP di atas Rp 250.000.000 hinga Rp 500.000.000, tarif pajak yang dibebankan sebesar 25%.
  4. Seorang wajib pajak yang memiliki PKP di atas Rp 500.000.000, tarif pajak yang dibebankan sebesar 30%.

Kesimpulannya adalah semakin besar PKP atau pendapatan per tahun yang Anda dapatkan, maka semakin besar pula pajak penghasilan (PPh21) yang akan dibebankan untuk Anda.

Cara Menghitung Pajak Penghasilan (PPh21)

Agar supaya Anda lebih jelas lagi seperti apa cara menghitung pajak penghasilan (PPh21), mari perhatikan ilustrasi contoh di bawah ini:

Wawan merupakan pegawai di PT Maju Selalu. Penghasilan wawan Rp 10.000.000 per bulan ditambah uang makan Rp 1.000.000 per bulan dan tunjangan lain Rp 2.000.000. Wawan belum menikah. Pertanyaannya, bagaimana cara menghitung pajak penghasilan (PPh21) yang dikeluarkan Wawan dalam satu tahun kerja?

Pemasukan:

  • Gaji pokok: Rp 10.000.000 x 12 bulan = Rp 120.000.000
  • Uang makan: Rp 1.000.000 x 12 bulan = Rp 12.000.000
  • Tunjangan: Rp 2.000.000 x 12 bulan = Rp 24.000.000

Total pemasukan Wawan dalam setahun = Rp 156.000.000

Pengeluaran:

  • PTKP: Rp 54.000.000 (sebab Wawan belum menikah)
  • Biaya jabatan: Rp 7.000.000
  • Iuran Pensiun: Rp 4.000.000

Total pengeluaran Wawan dalam setahun =  Rp 65.000.000

Jadi penghasilan bersih Wawan adalah: Rp 156.000.000 – Rp 65.000.000 = Rp 91.000.000.

Pajak di atas 50 juta sampai dengan 250 juta adalah 15%. Jadi penghitungan pajaknya adalah: Rp 91.000.000 x 15% = Rp 13.650.000 per tahun.

Artinya pajak penghasilan (PPh21) yang harus dibayarkan Wawan per bulan adalah: 13.650.000/12 = Rp 1.137.500. Bagaimana sangat mudah bukan cara menghitung pajak penghasilan (PPh21).