Mengenal Istilah UU Cipta Kerja yang Marak Diprotes Berbagai Kalangan

Mengenal Istilah UU Cipta Kerja yang Marak Diprotes Berbagai Kalangan

RUU Cipta Kerja atau yang sering disebut sebagai Omnibus Law telah disahkan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) RI pada hari Senin, tanggal 5 Oktober 2020 lalu. RUU tersebut disahkan pada Rapat Paripurna yang saat itu dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI, Aziz Syamsuddin.

Dengan berbagai macam kontroversi atau pro-kontra yang ditimbulkan. RUU Cipta Kerja tetap disahkan menjadi undang-undang (UU) meski gelombang protes datang dari berbagai lapis kalangan masyarakat.

Adapun tujuan utama dari rancangan aturan RUU Cipta Kerja tersebut adalah untuk menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya dengan cara membangun iklim investasi yang sehat, industri yang kuat dan tahan banting, serta meningkatkan dan  mendorong partisipasi UMKM dalam pergerakan ekonomi bangsa.

Presiden Joko Widodo sebagai pihak yang membawa dan mencetuskan RUU Cipta Kerja pun berharap agar aturan tersebut dapat disahkan kurang dari tiga bulan sejak di wacanakan.

Mengapa RUU Cipta Kerja disebut Omnibus Law?

uu cipta kerja

Kata omnibus sendiri diambil dari Bahasa Latin yang mempunyai arti “untuk semuanya”. Kata omnibus sendiri sejatinya juga dipakai dalam semboyan dari negara Swiss yakni “unus pro omnibus, omnes pro uno” yang berarti “satu untuk semua, semua untuk satu” hal ini menyimbolkan Swiss sebagai sebuah negara yang mencintai berbagai perbedaan yang ada dan pluralisme.

Omnibus Law sendiri sebenarnya bukan lagi hal yang baru. Sebagai contoh, di Amerika Serikat (AS) omnibus law lebih dikenal dengan omnibus bill atau merupakan proses pembuatan sebuah peraturan yang bersifat lebih kompleks dan dalam penyelesaian dari pembuatan Omnibus Bill sendiri memakan waktu yang cukup lama karena didalamnya mencakup banyak materi yang bisa saja subyek, isu serta programnya tidak selalu terkait.

Di Indonesia sendiri Omnibus Law diusulkan oleh Presiden Republik Indonesia saat ini yaitu Presiden Jokowi pada april 2020 lalu.

Dalam omnibus law, pemerintah juga berencana untuk menghapus skema pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan, dimana ada penghapusan mengenai tentang  hak pekerja mengajukan gugatan ke dalam lembaga perselisihan dari hubungan industrial.

Omnibus law berarti aturan yang dibuat untuk lintas sektor. Artinya, pengesahan omnibus law oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bisa mengamandemen beberapa UU yang dibahas didalamnya sekaligus. Hal ini kemudian membuat membuat omnibus law kemudian disebut juga sebagai UU sapu jagat.

UU Cipta Kerja sendiri setidaknya mengatur 11 kluster aturan lainnya antara lain adalah penyederhanaan dari perizinan berusaha, persyaratan dalam investasi, ketenagakerjaan, kemudahan dalam pemberdayaan UMKM, kemudahan untuk berusaha, dukungan riset dalam inovasi, administrasi dalam pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan dalam sebuah usaha, investasi serta proyek pemerintah, dan yang paling akhir adalah mengenai kawasan ekonomi.

Namun, sejauh ini polemik yang paling banyak diangkat dan muncul adalah pada amandemen terkait dengan perburuhan yaitu UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Beberapa hal yang dibahas serta disuarakan oleh masyarakat khususnya kaum pekerja :

1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Dalam Pasal 59 ayat 2 berisi “perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.” Hal tersebut bisa mengakibatkan bahwa seorang pekerja bisa selamanya menjadi  karyawan kontrak tanpa memiliki kesempatan untuk diangkat menjadi pegawai tetap dari perusahaan yang mempekerjakan mereka.

2. Pemberhentian kontrak kerja

Pembahasan pada Pasal 61 ayat 1 huruf c berisi “perjanjian kerja berakhir apabila: selesainya suatu pekerjaan tertentu” artinya perusahaan memiliki kemudahan untuk memutuskan perjanjian kerja dari karyawan dimana kontrak kerja tersebut dapat diputus secara tiba-tiba ketika sebuah pekerjaan dinilai sudah selesai oleh perusahaan tanpa berkaca pada jangka kontrak kerja yang telah disepakati sebelumnya.

3. PHK sepihak

Aturan pada UU No.13 Tahun 2003 mengenai PHK atau pemutusan hubungan kerja dari perusahaan kepada pekerja yang melanggar peraturan dari perusahaan dihapus.

“Pemutusan hubungan karyawan wajib dirundingkan oleh pengusaha serta melibatkan serikat pekerja, pengusaha hanya bisa memutuskan hubungan kerja dari perusahaan dengan pekerja setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial”.

Selain dengan beberapa hal yang dianggap cukup merugikan masyarakat, didapat pula hal terkait dengan regulasi tenaga asing yang ada dan masuk dari luar ke dalam perusahaan, hal ini imbas dari dihapusnya 2 yaitu pasal 43 dan pasal 44 UU No 13 tahun 2003, yaitu tentang rencana dan penggunaan tenaga asing yang harus dikeluarkan oleh perusahaan serta aturan untuk para tenaga kerja asing (TKA) yang berkaitan dengan aturan job yang harus ditaati oleh para tenaga kerja asing yang akan ke masuk ke Indonesia.

Berdasarkan naskah UU Cipta Kerja, pengaturan tentang regulasi dari tenaga kerja asing yang ada di Indonesia diatur pada bagian kedua klaster atau angkatan ketenagakerjaan. Dalam Pasal 81 dimuat pengubahan, penghapusan, serta tambahan beberapa hal dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Adapun pengubahan bisa dilihat pada Pasal 42 ayat 1. Dalam Undang-undang baru yang berlaku, izin tertulis kemudian hanya diganti dengan rencana dari penggunaan tenaga kerja asing (TKA) yang disahkan oleh pemerintah pusat.

Penutup

Dengan beberapa poin yang telah disebutkan diatas maka bisa menimbulkan peluang masuknya tenaga kerja asing dalam skala besar. Yang kemudian nantinya akan menimbulkan risiko berkurangnya angkatan kerja dari dalam negeri kita sendiri.

Jika diteruskan dalam jangka panjang, hal ini dapat menyebabkan meningkatnya angka pengangguran lokal atau dalam negeri. Yang nantinya akan berbanding lurus dengan angka kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Namun demikian, jika dilihat dari sisi positifnya, semakin banyaknya pekerja asing yang masuk ke dalam negeri. Peluang warga negara lokal untuk belajar dan mengembangkan diri pun akan jauh lebih besar. Maka ke depannya dapat tercipta sumber daya manusia yang berkualitas dan berkompeten untuk bersaing dalam lapangan pekerjaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email anda tidak akan dipublikasikan. Required fields are marked *