PENTING! Pahami PPN dan PPH Pasal 22 Agar Tak Merasa Terjebak

PENTING! Pahami PPN dan PPH Pasal 22 Agar Tak Merasa Terjebak

Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang ditanggungkan kepada setiap individu (pribadi) atau badan usaha. Pajak sendiri diatur dalam Undang-Undang, dan jenisnya berbeda-beda mulai dari untuk pungutan pajak keuntungan, pungutan pajak penghasilan, pungutan pajak untuk perusahaan dan masih banyak lainnya. 

Pajak sendiri digunakan untuk keperluan pembangunan Negara seperti pembangunan infrastruktur dan biaya operasional Negara. Oleh karenanya penting bagi kita, baik pribadi maupun badan usaha memahami pajak dan jenisnya, agar tidak merasa terjebak. 

Oleh karenanya blog PayrollBozz akan membahas 2 jenis pajak masing-masing untuk semua objek (transaksi jual-beli) dan badan usaha, yakni PPN (pajak pertambahan nilai) dan PPh (pajak penghasilan) pasal 22. 

Pengertian PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

Apa itu PPN ? PPN (pajak pertambahan nilai) adalah pungutan pajak yang ditanggungkan pada setiap transaksi jual-beli barang serta jasa/layanan yang dilakukan wajib pajak baik itu individu maupun badan usaha yang berstatus PKP (pengusaha kena pajak).

PPN sendiri dibebankan kepada konsumen akhir, yang mana dari setiap pembelian dikenakan pajak/PPN, namun yang wajib memungut, menyetor dan juga melaporkan PPN adalah penjual atau pedagang. 

Baca juga : Cara Hitung Upah Lembur Sesuai UU Cipta Kerja

Kemudian dari PPN yang telah dibebankan kepada konsumen, Penjual/Pedagang dengan status PKP melaporkan dan menyetorkan Direktorat Jenderal Pajak. Dan sejak 1 Juli 2016, seluruh pengusaha berstatus PKP di Indonesia wajib membuat e-Faktur atau pajak elektronik untuk menghindari penerbitan faktur palsu. 

Dan adapun objek yang dikenakan pajak pertambahan nilai adalah sebagai berikut ini : 

Objek yang dikenakan PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

  • JKP (Jasa Kena Pajak) dan juga Penyerahan BKP (barang kena pajak) di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
  • Impor BKP (barang kena pajak)
  • Pemanfaatan BKP (barang kena pajak) yang tidak berwujud dari luar daerah Pabean di dalam Pabean
  • Pemanfaatan JKP (Jasa Kena Pajak) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
  • Ekspor BKP (barang kena pajak) tidak berwujud atau berwujud dan juga ekspor JKP (Jasa Kena Pajak) oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Setelah mengetahui objek-objek apa saja yang dikenakan pajak pertambahan nilai atau PPN, Anda juga perlu mengetahui Tarif PPN-nya

Tarif PPN (pajak pertambahan nilai)

Tarif untuk PPN sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 7, disana disebutkan ketentuan pengenaan tarif PPN, sesuai dengan kriteria objek yang dikenakan pajak. Dan berikut adalah tarif PPN sesuai UU no 42 tahun 2009 pasal 7: 

1 ) Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah 10% (sepuluh persen).

2 ) Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:

  • Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
  • Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
  • Ekspor Jasa Kena Pajak

3 ) Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi sebesar 15% (lima belas persen) sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Demikian diatas tadi adalah pengertian, objek yang terkena PPN sampai Tarif PPN sesuai dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 7, penting bagi PKP untuk memahami dasar Pajak Pertambahan Nilai. Serta membuat elektronik faktur yang digunakan untuk pelaporan dan penyetoran PPN. 

Selain PPN pengusaha juga perlu memahami Pajak Penghasilan pasal 22 atau PPh 22, dan berikut adalah ulasannya. 

Pengertian PPh pasal 22 (Pajak Penghasilan untuk badan usaha)

PPh (pajak penghasilan) pasal 22 dibebankan kepada badan usaha tertentu, baik milik pemerintah atau swasta. PPh dikenakan kepada wajib pajak badan usaha yang melakukan aktivitas perdagangan ekspor, impor dan re-impor. 

Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 92/PMK.03/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan No 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pemberi atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah.

Baca juga : Perbedaan ISO dan SNI (The International Organization for Standardization & Standar Nasional Indonesia)

Objek Yang Dikenakan PPh pasal 22

  • Impor dan ekspor barang komoditas seperti mineral bukan logam, mineral logam dan tambang batubara oleh eksportir.
  • Membayar untuk membeli barang yang dilakukan oleh bendahara pemerintah dan KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau lembaga-lembaga yang lainnya.
  • Membeli barang dengan UP (uang persediaan) yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran dan LS (pembayaran langsung) oleh KPA atau pejabat penerbit surat perintah yang ditunjuk oleh KPA. 
  • Membeli bahan baku atau barang untuk keperluan usaha yang termasuk BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
  • Hasil produksi badan usaha yang bergelut dalam industri kertas, industri semen, industri baja, yang merupakan hulu dari bisnis atau industri otomotif, dan industri farmasi, dan kemudian dijual kepada distributor di dalam negeri.
  • Hasil produksi badan usaha yang bergelut dalam dunia/industri penjualan kendaraan bermotor dalam negeri oleh ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merek), APM (Agen Pemegang Merek) serta importir umum kendaraan bermotor.
  • Bahan bakar minyak, pelumas dan bahan bakar gas yang dijual oleh importir atau produsen 
  • Membeli bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk kebutuhan industri atau juga ekspor oleh industri serta eksportir yang bergelut dalam sektor perkebunan, kehutanan, pertanian, perikanan dan peternakan.
  • Barang yang tergolong sangat mewah.

Tarif PPh pasal 22

1 ) Atas impor

  • Jika menggunakan API (Angka Pengenal Importir) = 2,5% x nilai impor
  • non-API = 7,5% x nilai impor,
  • yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.

2 ) Pembelian atas barang yang dilakukan oleh Bendahara Pemerintah, DJPB, BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)

3 ) Penjualan atas hasil produksi badan usaha yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak:

  • Industri Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
  • Industri Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
  • Industri Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
  • Industri Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)

4 ) Penjualan atas hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, pelumas dna gas : 

  • Hanya pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur bersifat tidak final dan bersifat final jika kepada selain penyalur. 

5 ) Pembelian atas keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)

6 ) Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API = 0,5% x nilai impor.

7 ) Atas penjualan

  • Pesawat udara pribadi dengan harga jual diatas Rp 20.000.000.000,-
  • Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual diatas Rp 10.000.000.000,-
  • Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihan diatas Rp 10.000.000.000,- dan juga luas bangunan yang lebih luas dari 500 m2.
  • Kondominium, apartemen, dan sejenisnya dengan harga jual atau harga pengalihan diatas Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan yang lebih luas dari 400 m2.
  • Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa jeep, sedan, SUV (Sport Utility Vehicle), MPV (Multi Purpose Vehicle), minibus dan sejenisnya dengan harga jual diatas Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih besar dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.

Baca juga : Kenapa Perlu Software HRIS Untuk Masa Depan Perusahaan? Ini Penjelasannya.

Apa itu PPN (pajak pertambahan nilai)? Berikut adalah penjelasan lengkapnya

Apa itu PPN (pajak pertambahan nilai)? Berikut adalah penjelasan lengkapnya

PPN adalah akronim atau istilah yang akrab kita dengar terutama di aktivitas perekonomian seperti jual, beli, jasa layanan, sewa dan lainnya. PPN sendiri dikenakan pada setiap transaksi kepada wajib pajak perorangan maupun badan usaha yang berstatus PKP (Pengusaha Kena Pajak). 

Pajak pertambahan nilai atau PPN adalah sistem kolektif perpajakan untuk Negara yang dikenakan kepada setiap transaksi konsumtif kepada wajib pajak pribadi, badan usaha dan juga pemerintah sendiri. 

Dengan adanya sistem kolektif seperti ini wajib pajak tidak perlu langsung membayar kepada Negara atau kantor pajak untuk setiap transaksi yang mereka lakukan, cukup penambahan Nilai pada barang atau jasa layanan saja. 

Dan pada kegiatan perpajakan ini yang perlu membayar pajak dari penambahan nilai barang dan jasa adalah konsumen akhir, dimana penambahan ini akan dibebankan kepada harga barang/layanan, sedangkan penjual adalah pihak yang harus melaporkan PPN. 

Baca juga : Denda atau sanksi bagi wajib pajak yang telat atau tidak melaporkan SPT dan cara membayar dendanya

Pengertian Tentang e-Faktur

Untuk menghindari terjadinya kasus manipulasi laporan pajak penambahan penilaian yang kerap kali dilakukan oleh pelaku usaha “nakal”, Negara membuat peraturan yang mewajibkan PKP (pengusaha kena pajak)  untuk menggunakan e-Faktur atau faktur pajak elektronik. 

e-Faktur sendir adalah sebuah aplikasi pembuatan faktur pajak elektronik atau bukti dari kolektivitas PPN secara digital atau elektronik. Seperti namanya elektronik faktur, e-Faktur pengisiannya dilakukan secara digital melalui aplikasi atau pun website.

Aplikasi e-Faktur ini ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan/atau penyedia jasa aplikasi pajak resmi lainnya yang ditunjuk langsung oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Beberapa website atau aplikasi yang bisa dapat digunakan yaitu, e-faktur dari pajak.go.id dan eFaktur client desktop

Baca juga : Daftar UMP 2021, Jakarta, Jateng, Dan Beberapa Daerah Lainnya Juga Menaikan UMP Tahun Ini

Objek yang terkena PPN (pajak pertambahan nilai)

Objek yang terkena pajak pertambahan nilai atau PPN adalah objek yang memiliki kriteria sebagai berikut : 

  • Penyerahan BKP atau barang kena pajak dan JKP atau jasa kena pajak di dalam wilayah pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Selama kegiatan bisnis dilakukan dalam wilayah pabean maka barang, jasa, atau nilai sewa  yang dijualnya nakan terkena PPN
  • Kegiatan atau penggunaan BKP yang yang tidak berwujud dari wilayah dari luar pabean ke dalam pabean.
  • Memasukan atau impor barang konsumsi dari luar negeri ke dalam negeri yang mana barang tersebut adalah BKP (barang kena pajak)
  • Pengiriman barang BKP (barang kena pajak) berwujud dan JKP (jasa kena pajak) dari dalam negeri ke luar negeri atau ekspor yang dilakukan oleh pengusaha
  • Pemanfaatan JKP (jasa kena pajak) dari luar wilayah pabean masuk ke dalam wilayah pabean 

Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

Dasar hukum yang menjadi acuan atau dasar perhitungan PPN (Pajak pertambahan nilai) adalah UU Nomor 42 tahun 2009 pasal 7 tentang tarif PPN sebagai berikut : 

  • Tarif PPN atau pajak pertambahan nilai ialah dengan hitungan sepuluh persen 10%
  • Tarif PPN juga dapat dikenakan pada hitungan tarif 0% atau nol persen dengan persyaratan khusus yang adalah kategori; ekspor barang BKP (barang kena pajak) berwujud, ekspor BKP tidak berwujud; serta ekspor jasa kena pajak
  • Merujuk pada pada ayat satu UU tersebut tarik PPN bisa terjadi perubahan hitungan terendah sampai 5% dan batas perubahan maksimal 15%. 

Baca juga : Upah Kerja Tidak Dibayar Sesuai? Ini Langkah Hukumnya!

Demikian adalah penjelasan mendetail tentang Pajak Penambahan Nilai atau PPN, semoga informasi ini dapat bermanfaat untuk kita semua.