Meski kesetaraan gender telah menjadi topik penting dalam dunia kerja modern, kenyataannya bias gender masih sering terjadi — baik secara terang-terangan maupun terselubung. Dua bentuk bias yang paling sering muncul adalah unconscious bias (bias tidak sadar) dan microaggression. Keduanya bisa berdampak besar pada iklim kerja, produktivitas, serta kesejahteraan karyawan.
Apa Itu Bias Gender?
Bias gender adalah perlakuan tidak adil atau berbeda berdasarkan jenis kelamin. Bias ini bisa muncul dalam proses rekrutmen, promosi, pembagian tugas, hingga dalam percakapan sehari-hari di kantor.
Bias ini bisa sadar (disadari pelakunya) atau tidak sadar (unconscious). Bias tidak sadar lebih sulit dideteksi, tapi dampaknya bisa sama atau bahkan lebih berbahaya karena sulit diperbaiki tanpa kesadaran.
Unconscious Bias: Bahaya yang Tak Terlihat
Unconscious bias adalah prasangka atau stereotip yang terbentuk di bawah alam sadar kita. Contohnya:
-
Menganggap perempuan kurang tegas untuk jadi pemimpin
-
Menganggap pria lebih cocok untuk posisi teknis atau lapangan
-
Menilai kontribusi karyawan perempuan sebagai “biasa saja”, padahal setara dengan rekan laki-laki
Bias ini bisa terjadi bahkan pada manajer atau HR yang berniat baik, karena tertanam dalam budaya dan pengalaman masa lalu.
Microaggression: Luka Kecil yang Terus Terjadi
Microaggression adalah komentar, tindakan, atau isyarat halus yang merendahkan atau menyudutkan kelompok tertentu, termasuk berdasarkan gender. Contoh microaggression terhadap perempuan:
-
“Kamu pasti bisa ngerjain ini, kan kamu perempuan multitasking.”
-
“Bagus juga presentasinya, enggak nyangka kamu ngerti hal teknis.”
-
Lelucon seksis yang dianggap “cuma bercanda”
Meskipun terdengar ringan, microaggression yang terus-menerus bisa merusak kepercayaan diri, menciptakan tekanan psikologis, dan membuat lingkungan kerja terasa tidak aman.
Strategi Menghadapi dan Mengurangi Bias Gender
1. Edukasi dan Pelatihan
Langkah pertama adalah membangun kesadaran melalui pelatihan mengenai unconscious bias dan microaggression. Pelatihan ini sebaiknya diberikan ke seluruh level, mulai dari manajer hingga staf.
2. Tinjau Kembali Proses Rekrutmen dan Promosi
Periksa apakah ada ketimpangan dalam proses seleksi. Gunakan blind recruitment jika perlu, serta pastikan kriteria penilaian adil dan berdasarkan kinerja, bukan stereotip.
3. Ciptakan Budaya Feedback yang Aman
Dorong karyawan untuk memberikan masukan secara terbuka terkait perilaku bias yang mereka alami atau saksikan, tanpa takut akan pembalasan.
4. Bangun Tim yang Beragam
Keberagaman dalam tim — baik dari sisi gender, usia, maupun latar belakang — terbukti meningkatkan inovasi dan empati di lingkungan kerja.
5. Perkuat Kebijakan Internal
Organisasi harus memiliki kebijakan anti-diskriminasi dan prosedur pelaporan yang jelas, termasuk terhadap microaggression. Hal ini menunjukkan komitmen serius dalam menciptakan lingkungan kerja yang setara.
6. Libatkan Pemimpin sebagai Role Model
Perubahan budaya dimulai dari atas. Pemimpin yang menyadari pentingnya kesetaraan gender dan mencontohkan perilaku inklusif akan mendorong perubahan nyata di seluruh organisasi.
Mengatasi bias gender, termasuk microaggression dan unconscious bias, bukanlah tugas yang bisa selesai dalam semalam. Namun, dengan strategi yang tepat dan komitmen bersama, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat, adil, dan produktif bagi semua karyawan—tanpa memandang gender.
Kesetaraan bukan sekadar tujuan moral, tapi juga fondasi bisnis yang berkelanjutan.