Fenomena “Job Hugging” atau “memeluk pekerjaan” semakin marak di Indonesia dan menjadi perbincangan hangat di dunia kerja. Istilah ini merujuk pada kondisi ketika seorang pekerja memilih untuk tetap bertahan dalam pekerjaannya saat ini, meskipun mungkin merasa tidak puas, kurang termotivasi, tidak berkembang, bahkan tidak menyukai pekerjaannya. Berbeda dengan tren “Job Hopping” di masa lalu yang mendorong pekerja untuk sering berpindah demi peluang atau gaji lebih tinggi, “Job Hugging” mencerminkan pencarian rasa aman di tengah kondisi pasar kerja yang melambat dan penuh ketidakpastian.
Faktor Pendorong “Job Hugging” di Indonesia
Beberapa pakar ketenagakerjaan, seperti Guru Besar Fisipol UGM Tadjuddin Noer Effendi, menyoroti kondisi pasar kerja yang sulit sebagai penyebab utama fenomena ini. Pekerja cenderung memilih bertahan karena mencari pekerjaan baru memiliki risiko yang tinggi dan belum tentu ada kepastian di masa depan.
Faktor-faktor yang melatarbelakangi “Job Hugging” di Indonesia antara lain:
- Ketidakpastian Pasar Kerja: Kondisi ekonomi global yang tidak menentu, perlambatan ekonomi, serta tingginya angka pengangguran membuat perusahaan lebih berhati-hati dalam merekrut. Hal ini membatasi mobilitas tenaga kerja dan membuat pekerja enggan mengambil risiko
- Keamanan Finansial dan Stabilitas: Dorongan utama bagi pekerja untuk bertahan adalah rasa aman dan stabilitas finansial, meskipun situasi kerja tidak sesuai harapan. Kekhawatiran kehilangan pendapatan membuat mereka memilih bertahan daripada menghadapi ketidakpastian.
- Persepsi Risiko: Pekerja khawatir kehilangan stabilitas finansial dan psikologis, bahkan ada yang kurang percaya diri menghadapi tantangan baru di pekerjaan lain .
- Stagnasi Ekonomi: Pengamat Ketenagakerjaan UI, Aloysius Uwiyono, menyebut bahwa “Job Hugging” bisa menjadi strategi bertahan hidup di tengah ekonomi yang stagnan atau menurun.
Data Pendukung Fenomena “Job Hugging” di Indonesia
Meskipun belum ada data spesifik yang secara eksplisit mengukur jumlah “job hugger” di Indonesia, beberapa indikator dan pernyataan ahli menunjukkan bahwa fenomena ini nyata:
- Peralihan Tren: Fenomena “Job Hopping” yang marak sebelumnya kini beralih menjadi “Job Hugging,” di mana pekerja lebih memilih berpegang teguh pada pekerjaannya.
- Kecenderungan Pekerja Muda: Istilah ini banyak menggambarkan kecenderungan pekerja muda yang bertahan tanpa gairah dan inovasi, memilih jalur aman karena dianggap lebih aman daripada mencari tantangan baru.
- Perlambatan Pasar Tenaga Kerja: Konsultan dari Korn Ferry menggambarkan “job hugging” sebagai sikap pekerja yang khawatir sulit mendapatkan pekerjaan baru di tengah ketidakpastian ekonomi global dan perlambatan pasar tenaga kerja.
Dampak “Job Hugging”
Fenomena ini memiliki dampak baik bagi individu maupun organisasi:
- Bagi Pekerja:
- Peningkatan Stres: Pekerja bisa mengalami peningkatan stres yang memengaruhi perilaku dan suasana hati.
- Stagnasi Karier: Terlalu nyaman bisa membuat pekerja stagnan, kurang berkembang, dan pada akhirnya tidak kompetitif saat pasar tenaga kerja kembali bergairah.
- Penurunan Motivasi dan Produktivitas: Pekerja yang tidak memiliki minat atau motivasi dapat mengalami penurunan produktivitas dan kepuasan kerja.
- Bagi Perusahaan:
- Produktivitas Menurun: Karyawan yang tidak termotivasi dapat menurunkan produktivitas perusahaan secara keseluruhan.
- Kurangnya Inovasi: Karyawan cenderung berfokus pada area yang sudah dikuasai, bukan pada aspek krusial bagi tim atau inovasi baru.
- Risiko PHK: Jika kinerja dinilai tidak memenuhi standar, perusahaan bisa saja memutuskan hubungan kerja.
Solusi dan Rekomendasi
Untuk mengatasi “Job Hugging” diperlukan upaya dari individu maupun perusahaan:
Bagi Pekerja:
- Evaluasi Tujuan Karier: Mulai dengan mengevaluasi ulang tujuan karier dan mengidentifikasi apa yang membuat pekerjaan terasa tidak memuaskan.
- Membangun Jaringan Profesional: Aktif membangun koneksi dengan rekan-rekan lama, mengikuti acara industri, atau bergabung dengan komunitas online untuk membuka peluang baru dan meningkatkan pengembangan diri.
- Pengembangan Diri: Terus belajar dan meningkatkan keterampilan untuk tetap relevan dan kompetitif di pasar kerja.
- Menjaga Keseimbangan Hidup-Kerja: Pastikan ada waktu untuk keluarga dan kesehatan, agar tidak terlalu fokus pada pekerjaan yang menyebabkan stress.
Bagi Perusahaan:
- Evaluasi dan Dengarkan Karyawan: Secara rutin berkomunikasi dengan karyawan untuk memahami kekhawatiran dan frustrasi mereka.
- Dukungan Pengembangan Karier: Tunjukkan kepedulian terhadap pengembangan karier karyawan melalui pelatihan tambahan, mentoring, atau jalur pengembangan karier yang jelas. Hal ini membuat karyawan merasa dihargai dan tidak terjebak.
- Kembalikan Fleksibilitas Kerja: Jika memungkinkan, tawarkan fleksibilitas kerja, seperti opsi kerja hibrida, untuk meningkatkan kepuasan karyawan.
- Meningkatkan Retensi dan Budaya Perusahaan: Dalam situasi pasar kerja yang tidak pasti, perusahaan dapat memanfaatkan momen ini untuk berinvestasi pada talenta terbaik, memperkuat budaya perusahaan, dan memberikan pelatihan relevan agar karyawan betah dan berkembang.
- Menjaga Kesejahteraan Karyawan: Memberikan penghargaan, bonus, atau insentif lainnya dapat mencegah dampak negatif dari “Job Hugging”.
“Job Hugging” adalah realitas yang tidak bisa dihindari di tengah dinamika pasar kerja saat ini. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang fenomena ini, baik pekerja maupun perusahaan dapat mengambil langkah proaktif untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih produktif dan memuaskan.