Menjadi seorang ibu sekaligus wanita karir adalah perjalanan yang penuh tantangan. Di satu sisi, ada ambisi untuk tumbuh dan berkembang secara profesional. Di sisi lain, ada rasa bersalah yang kerap menghantui—karena merasa tidak cukup hadir di rumah, melewatkan momen penting anak, atau kelelahan hingga tidak bisa memberi yang terbaik untuk keluarga.
Isu ini bukanlah hal baru, namun tetap relevan dan terasa sangat personal bagi banyak perempuan. Mari kita bahas lebih dalam dilema ini, dan bagaimana kita bisa menemukan keseimbangan yang sehat antara peran sebagai ibu dan profesional.
Rasa Bersalah yang Nyata tapi Jarang Dibicarakan
Banyak ibu bekerja mengakui bahwa mereka sering merasa bersalah:
- Saat meninggalkan anak yang sedang sakit demi menghadiri meeting penting.
- Ketika melewatkan acara sekolah karena deadline proyek.
- Atau saat memilih “me time” setelah seharian bekerja, alih-alih langsung mengurus rumah.
Rasa bersalah ini sering kali muncul bukan hanya dari diri sendiri, tapi juga dari ekspektasi sosial—baik dari lingkungan sekitar maupun media. Ada standar tak tertulis bahwa ibu yang baik harus selalu ada untuk anak, 24 jam sehari. Padahal, kenyataannya, menjadi ibu juga manusia yang punya kebutuhan untuk berkembang dan aktualisasi diri.
Ambisi Profesional Bukanlah Sebuah Dosa
Di sisi lain, keinginan untuk meraih prestasi di dunia kerja bukanlah hal yang salah. Banyak ibu bekerja merasa pekerjaan memberi mereka makna, identitas, bahkan kebahagiaan. Pekerjaan juga bisa menjadi sarana untuk mendukung keluarga secara finansial, memberikan teladan tentang kerja keras dan kemandirian kepada anak-anak.
Ambisi profesional seharusnya tidak dianggap sebagai ancaman terhadap peran sebagai ibu, melainkan sebagai bagian dari jati diri seorang perempuan. Kita bisa mencintai keluarga sepenuhnya, sekaligus mengejar mimpi pribadi.
Menemukan Keseimbangan: Tidak Harus Sempurna
Keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga tidak selalu berarti 50:50. Kadang ada masa pekerjaan lebih menyita waktu, dan kadang keluarga membutuhkan perhatian ekstra. Yang penting adalah:
- Membuat batasan yang sehat antara waktu kerja dan waktu keluarga.
- Mendelegasikan tugas—baik di kantor maupun di rumah.
- Belajar mengatakan tidak pada hal-hal yang tidak prioritas.
- Memaafkan diri sendiri ketika tidak bisa sempurna.
Dukungan Sosial Sangat Penting
Peran pasangan, keluarga, dan lingkungan kerja sangat berpengaruh. Suami yang suportif, kantor yang fleksibel, atau komunitas sesama ibu bekerja bisa menjadi penyelamat di saat-saat sulit. Perusahaan juga perlu menciptakan kebijakan ramah keluarga—seperti cuti melahirkan, fleksibilitas jam kerja, atau ruang laktasi.
Setiap Ibu Berhak Menentukan Jalannya Sendiri
Tidak ada satu definisi “ibu ideal” yang berlaku untuk semua orang. Setiap perempuan punya perjalanan unik, nilai-nilai yang berbeda, dan tujuan yang ingin dicapai. Yang terpenting adalah menjalani pilihan dengan sadar, tanpa harus merasa bersalah karena tidak memenuhi standar orang lain.
Karena pada akhirnya, anak-anak tidak membutuhkan ibu yang sempurna. Mereka hanya butuh ibu yang bahagia.
Apakah Anda seorang ibu yang bekerja? Apa tantangan terbesar Anda? Yuk, berbagi cerita di kolom komentar dan saling menguatkan!