3 bentuk pungutan pajak dan update besaran nilainya yang berlaku di Indonesia saat ini

3 bentuk pungutan pajak dan update besaran nilainya yang berlaku di Indonesia saat ini

Sistem perpajakan di Indonesia dirancang untuk memastikan setiap warga negara dan badan usaha berkontribusi terhadap pembangunan nasional. Tiga bentuk utama pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Berikut adalah penjelasan masing-masing sistem beserta besaran nilai pajaknya.

1. Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh individu atau badan usaha dalam satu tahun pajak. PPh terdiri dari beberapa kategori berdasarkan sumber penghasilan, dengan tarif yang berbeda-beda.

  • PPh Pasal 21: Dikenakan pada penghasilan karyawan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan lainnya. Umumnya PPh 21 ini berkaitan dengan pajak yang digunakan pada sistem penggajian karyawan. Besaran tarif progresif PPh Pasal 21 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri adalah:
    • Penghasilan sampai dengan Rp 60 juta: 5%
    • Penghasilan Rp 60 juta – Rp 250 juta: 15%
    • Penghasilan Rp 250 juta – Rp 500 juta: 25%
    • Penghasilan di atas Rp 500 juta: 30%
  • PPh Pasal 22: Dikenakan pada kegiatan impor dan penjualan barang mewah. Tarif PPh Pasal 22 bervariasi tergantung jenis barang, misalnya:
    • Impor barang tertentu: 2.5% dari nilai impor
    • Penjualan barang mewah: 5%-10%
  • PPh Pasal 23: Dikenakan atas penghasilan dari dividen, bunga, royalti, sewa, dan jasa lainnya. Tarifnya adalah:
    • Dividen, bunga, dan royalti: 15%
    • Sewa dan jasa lainnya: 2%
  • PPh Pasal 25: Angsuran pajak tahunan yang dibayarkan di muka oleh wajib pajak badan atau orang pribadi, yang besarannya berdasarkan perhitungan pajak tahun sebelumnya.
  • PPh Pasal 29: Dibayar apabila pajak terhutang lebih besar dari kredit pajak selama tahun berjalan.

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam proses produksi dan distribusi. PPN berlaku untuk barang dan jasa di dalam negeri.

  • Tarif Standar PPN: 11%, yang berlaku untuk sebagian besar barang dan jasa.
  • Tarif Khusus: Beberapa barang dan jasa tertentu dapat dikenakan tarif khusus atau dibebaskan dari PPN, misalnya barang kebutuhan pokok tertentu dan jasa kesehatan.

3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan bumi dan/atau bangunan yang berada di wilayah Indonesia. PBB terbagi menjadi:

  • PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2): Dikenakan atas tanah dan bangunan di daerah perdesaan dan perkotaan.
  • PBB Sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan (PBB-P3): Dikenakan pada sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Besaran PBB dihitung berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Tarif PBB bervariasi tergantung pada daerah dan jenis properti, tetapi umumnya sekitar 0.1% hingga 0.2% dari NJOP.

Ketiga bentuk pemungutan pajak—Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Bumi dan Bangunan—memiliki peran penting dalam mengumpulkan pendapatan negara untuk mendukung pembangunan dan pelayanan publik. Memahami besaran nilai dan cara penghitungan pajak ini membantu wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan mereka dengan benar, mendukung transparansi, dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya kontribusi pajak dalam pembangunan nasional.

Ini dia besaran pajak THR

Ini dia besaran pajak THR

Tunjangan Hari Raya (THR) yang diberikan pekerja swasta akan dikenakan pajak. Bagi pegawai swasta tersebut dikenakan pajak penghasilan (PPh) sesuai Pasal 21.
Pemotongan ini dilakukan langsung perusahan kemudian disetorkan ke kas negara. Penghitungan pajak dilakukan dengan metode tarif efektif rata-rata (TER) mulai (1/1/2024).

3 tipe Pajak THR:

1. Pajak THR Pegawai Ditanggung Pribadi
Pajak THR bagi pegawai swasta ditanggung oleh masing-masing pegawai. Pemotongan ini dilakukan oleh perusahaan (pemberi kerja) secara langsung lalu disetorkan ke kas negara.

2. Pajak THR PNS Ditanggung Pemerintah
Tidak sama dengan pegawai swasta, pajak THR bagi PNS ditanggung oleh pemerintah.

3. Perhitungan pajak THR digabung penghasilan lain

Menurut buku Cermat Pemotongan PPh pada Pasal 21/26 Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bahwa penghitungan PPh Pasal 21 pegawai tetap adalah menghitung semua penghasilan bruto yang diterima satu bulan terakhir.

Penghasilan yang dimaksud yaitu keseluruhan gaji, seluruh jenis tunjangan dan penghasilan teratur lainnya. Selain itu, termasuk bonus, THR, jasa produksi, tantiem, gratifikasi, premi, dan penghasilan tidak teratur lainnya.

Potongan Pajak THR
Berdasarkan buku cermat pemotongan PPh Pasal 21/26 DJP, Kemenkeu RI mengatur mengenai penghasilan yang dipotong PPh adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, yang bersifat teratur dan tidak teratur.

Penghasilan tersebut berupa, seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan penghasilan teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan penghasilan sejenisnya. Termasuk bonus, tunjangan hari raya, jasa produksi, tantiem, gratifikasi, premi, dan penghasilan lain yang bersifat tidak teratur;

Pemotongan PPh Pasal 21 menggunakan dua tarif pemotongan yakni tarif umum dan tarif efektif (TER). TER terdiri dari Tarif Efektif Bulanan dan Tarif Efektif Harian.

Tarif Efektif Bulanan dikategorikan berdasarkan besaran penghasilan tidak kena pajak sesuai status perkawinan dan jumlah tanggungan wajib pajak ketika tahun awal pajak. TER ini dibagi tiga kategori, yaitu Kategori A, B, dan C. Sedangkan, Tarif Efektif Harian diperuntukkan bagi pegawai tidak tetap.

1. Kategori TER Tarif Efektif Bulanan A
Berikut rincian pendapatan bruto pada kategori TER Tarif Efektif Bulanan A bagi wajib pajak yang berstatus tidak kawin tanpa tanggungan, tidak kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak satu orang, dan kawin tanpa tanggungan:

· Rp5.400.000 s.d Rp5.650.000 tarifnya 0,25 persen

· Rp5.650.000 s.d. Rp5.950.000 tarifnya 0,50 persen

· Rp5.950.000 s.d. Rp6.300.000 tarifnya 0,75 persen

· Rp6.300.000 s.d. Rp6.750.000 tarifnya 1 persen

· Rp6.750.000 s.d. Rp7.500.000 tarifnya 1,25 persen

· Rp7.500.000 s.d. Rp8.550.000 tarifnya 1,50 persen

· Rp8.550.000 s.d. Rp9.650.000 tarifnya 1,75 persen

· Rp9.650.000 s.d. Rp10.050.000 tarifnya 2,00 persen

· Rp10.050.000 s.d. Rp10.350.000 tarifnya 2,25 persen

· Rp10.350.000 s.d. Rp10.700.000 tarifnya 2,50 persen

· Rp10.700.000 s.d. Rp11.050.000 tarifnya 3 persen

· Rp11.050.000 s.d. Rp11.600.000 tarifnya 3,5 persen

· Rp11.600.000 s.d. Rp12.500.000 tarifnya 4 persen

· Rp12.500.000 s.d. Rp13.750.000 tarifnya 5 persen

· Rp13.750.000 s.d. Rp15.100.000 tarifnya 6 persen

· Rp15.100.000 s.d. Rp16.950.000 tarifnya 7 persen

· Rp16.950.000 s.d. Rp19.750.000 tarifnya 8 persen

· Rp19.750.000 s.d. Rp24.150.000 tarifnya 9 persen

· Rp24.150.000 s.d. Rp26.450.000 tarifnya 10 persen

· Rp26.450.000 s.d. Rp28.000.000 tarifnya 11 persen

· Rp28.000.000 s.d. Rp30.050.000 tarifnya 12 persen

· Rp30.050.000 s.d. Rp32.400.000 tarifnya 13 persen

· Rp32.400.000 s.d. Rp35.400.000 tarifnya 14 persen

· Rp35.400.000 s.d. Rp39.100.000 tarifnya 15 persen

· Rp39.100.000 s.d. Rp43.850.000 tarifnya 16 persen

· Rp43.850.000 s.d. Rp47.800.000 tarifnya 17 persen

· Rp47.800.000 s.d. Rp51.400.000 tarifnya 18 persen

· Rp51.400.001 s.d. Rp56.300.000 tarifnya 19 persen

· Rp56.300.001 s.d. Rp62.200.000 tarifnya 20 persen

· Rp62.200.001 s.d. Rp68.600.000 tarifnya 21 persen

· Rp68.600.001 s.d. Rp77.500.000 tarifnya 22 persen

· Rp77.500.001 s.d. Rp89.000.000 tarifnya 23 persen

· Rp89.000.001 s.d. Rp103.000.000 tarifnya 24 persen

· Rp103.000.001 s.d. Rp125.000.000 tarifnya 25 persen

· Rp125.000.001 s.d. Rp157.000.000 tarifnya 26 persen

· Rp157.000.001 s.d. Rp206.000.000 tarifnya 27 persen

· Rp206.000.001 s.d. Rp337.000.000 tarifnya 28 persen

· Rp37.000.001 s.d. Rp454.000.000 tarifnya 29 persen

· Rp454.000.001 s.d. Rp550.000.000 tarifnya 30 persen

· Rp550.000.001 s.d. Rp695.000.000 tarifnya 31 persen

· Rp695.000.001 s.d. Rp910.000.000 tarifnya 32 persen

· Rp910.000.001 s.d. Rp1.400.000.000 tarifnya 33 persen

· Lebih dari Rp1.400.000.000 tarifnya 34 persen

2. Kategori TER Tarif Efektif Bulanan B
Berikut rincian pendapatan bruto pada, tarif efektif bulanan Kategori B bagi wajib pajak orang pribadi berstatus tidak kawin dengan tanggungan dua orang, tidak kawin dengan tanggungan dua orang, kawin dengan tanggungan satu orang, dan kawin dengan tanggungan dua orang:

· Rp6.200.000 s.d. Rp6.500.000 tarifnya 0,25 persen

· Rp6.500.000 s.d. Rp6.850.000 tarifnya 0,50 persen

· Rp6.850.000 s.d. Rp7.300.000 tarifnya 0,75 persen

· Rp7.300.000 s.d. Rp9.200.000 tarifnya 1 persen

· Rp9.200.000 s.d. Rp10.750.000 tarifnya 1,5 persen

· Rp10.750.000 s.d. Rp11.250.000 tarifnya 2 persen

· Rp11.250.000 s.d. Rp11.600.000 tarifnya 2,5 persen

· Rp11.600.000 s.d. Rp12.600.000 tarifnya 3 persen

· Rp12.600.000 s.d. Rp13.600.000 tarifnya 4 persen

· Rp13.600.000 s.d. Rp14.950.000 tarifnya 5 persen

· Rp14.950.000 s.d. Rp16.400.000 tarifnya 6 persen

· Rp16.400.000 s.d. Rp18.450.000 tarifnya 7 persen

· Rp18.450.000 s.d. Rp21.850.000 tarifnya 8 persen

· Rp21.850.000 s.d. Rp26.000.000 tarifnya 9 persen

· Rp26.000.000 s.d. Rp27.700.000 tarifnya 10 persen

· Rp27.700.000 s.d. Rp29.350.000 tarifnya 11 persen

· Rp29.350.000 s.d. Rp31.450.000 tarifnya 12 persen

· Rp31.450.000 s.d. Rp33.950.000 tarifnya 13 persen

· Rp33.950.000 s.d. Rp37.100.000 tarifnya 14 persen

· Rp37.100.000 s.d. Rp41.100.000 tarifnya 15 persen

· Rp41.100.000 s.d. Rp45.800.000 tarifnya 16 persen

· Rp45.800.000 s.d. Rp49.500.000 tarifnya 17 persen

· Rp49.500.000 s.d. Rp53.800.000 tarifnya 18 persen

· Rp53.800.000 s.d. Rp58.500.000 tarifnya 19 persen

· Rp58.500.000 s.d. Rp64.000.000 tarifnya 20 persen

· Rp64.000.000 s.d. Rp71.000.000 tarifnya 21 persen

· Rp71.000.000 s.d. Rp80.000.000 tarifnya 22 persen

· Rp80.000.000 s.d. Rp93.000.000 tarifnya 23 persen

· Rp93.000.000 s.d. Rp109.000.000 tarifnya 24 persen

· Rp109.000.000 s.d. Rp129.000.000 tarifnya 25 persen

· Rp129.000.000 s.d. Rp163.000.000 tarifnya 26 persen

· Rp163.000.000 s.d. Rp211.000.000 tarifnya 27 persen

· Rp211.000.000 s.d. Rp374.000.000 tarifnya 28 persen

· Rp374.000.000 s.d. Rp459.000.000 tarifnya 29 persen

· Rp459.000.000 s.d. Rp555.000.000 tarifnya 30 persen

· Rp555.000.000 s.d. Rp704.000.000 tarifnya 31 persen

· Rp704.000.000 s.d. Rp957.000.000 tarifnya 32 persen

· Rp957.000.000 s.d. Rp1.405.000.000 tarifnya 33 persen

· Lebih dari Rp1.405.000.000 tarifnya 34 persen.

3. Kategori Tarif Efektif Bulanan C
Bagi wajib pajak orang pribadi dengan status penghasilan tidak kena pajak kawin dengan tanggungan tiga orang.

· Rp6.600.001 s.d. Rp6.950.000 tarifnya 0,25 persen

· Rp6.950.001 s.d. Rp7.350.000 tarifnya 0,50 persen

· Rp7.350.001 s.d. Rp7.800.000 tarifnya 0,75 persen

· Rp7.800.001 s.d. Rp8.850.000 tarifnya 1 persen

· Rp8.850.001 s.d. Rp9.800.000 tarifnya 1,25 persen

· Rp9.800.001 s.d. Rp10.950.000 tarifnya 1,5 persen

· Rp10.950.001 s.d. Rp11.200.000 tarifnya 1,75 persen

· Rp11.200.001 s.d. Rp12.050.000 tarifnya 2 persen

· Rp12.050.001 s.d. Rp12.950.000 tarifnya 3 persen

· Rp12.950.001 s.d. Rp14.150.000 tarifnya 4 persen

· Rp14.150.001 s.d. Rp15.550.000 tarifnya 5 persen

· Rp15.550.001 s.d. Rp17.050.000 tarifnya 6 persen

· Rp17.050.001 s.d. Rp19.500.000 tarifnya 7 persen

· Rp19.500.001 s.d. Rp22.700.000 tarifnya 8 persen

· Rp22.700.001 s.d. Rp26.600.000 tarifnya 9 persen

· Rp26.600.001 s.d. Rp28.100.000 tarifnya 10 persen

· Rp28.100.001 s.d. Rp30.100.000 tarifnya 11 persen

· Rp30.100.001 s.d. Rp32.600.000 tarifnya 12 persen

· Rp32.600.001 s.d. Rp35.400.000 tarifnya 13 persen

· Rp35.400.001 s.d. Rp38.900.000 tarifnya 14 persen

· Rp38.900.001 s.d. Rp43.000.000 tarifnya 15 persen

· Rp43.000.001 s.d. Rp47.400.000 tarifnya 16 persen

· Rp47.400.001 s.d. Rp51.200.000 tarifnya 17 persen

· Rp51.200.001 s.d. Rp55.800.000 tarifnya 18 persen

· Rp55.800.001 s.d. Rp60.400.000 tarifnya 19 persen

· Rp60.400.001 s.d. Rp66.700.000 tarifnya 20 persen

· Rp66.700.001 s.d. Rp74.500.000 tarifnya 21 persen

· Rp74.500.001 s.d. Rp83.200.000 tarifnya 22 persen

· Rp83.200.001 s.d. Rp95.600.000 tarifnya 23 persen

· Rp95.600.001 s.d. Rp110.000.000 tarifnya 24 persen

· Rp110.000.001 s.d. Rp134.000.000 tarifnya 25 persen

· Rp134.000.001 s.d. Rp169.000.000 tarifnya 26 persen

· Rp169.000.001 s.d. Rp221.000.000 tarifnya 27 persen

· Rp221.000.001 s.d. Rp390.000.000 tarifnya 28 persen

· Rp390.000.001 s.d. Rp463.000.000 tarifnya 29 persen

· Rp463.000.001 s.d. Rp561.000.000 tarifnya 30 persen

· Rp561.000.001 s.d. Rp709.000.000 tarifnya 31 persen

· Rp709.000.001 s.d. Rp965.000.000 tarifnya 32 persen

· Rp965.000.001 s.d. Rp1.419.000.000 tarifnya 33 persen

· Lebih dari Rp1.419.000.000 tarifnya 34 persen

Sumber: detik.com

Perhatikan! Ini 3 Jenis Pajak yang Wajib Dibayar UMKM

Perhatikan! Ini 3 Jenis Pajak yang Wajib Dibayar UMKM

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu pahlawan ekonomi bangsa kita. Sebab meski hanya berupa usaha kecil, para pelaku UMKM ini banyak berjasa dalam membuka lapangan pekerjaan sekaligus menggerakkan roda ekonomi Indonesia.

Pada masa krisis moneter tahun 1998 misalnya, UMKM menjadi lini bisnis yang paling tahan terhadap kondisi tersebut. Mereka tetap dapat beraktivitas seperti biasa bahkan tidak mengalami dampak yang signifikan.

Dalam operasionalnya, para pelaku UMKM juga diwajibkan untuk tetap taat terhadap pajak yang dibebankan pada mereka. Namun berdasarkan Pasal 2 UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yang termasuk ke dalam subjek pajak ini meliputi orang pribadi, orang pribadi yang memiliki warisan namun belum terbagi, badan yang berbentuk perseroan terbatas (PT), perseroan komanditer, yayasan, badan usaha milik negara maupun daerah, dan persekutuan lain.

Lewat penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa seorang pelaku UMKM memiliki kewajiban untuk membayar pajak penghasilan. Namun dalam hal ini hanya pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) saja yang diwajibkan, sedangkan para pengusaha mikro tidak memiliki kewajiban untuk membayar jenis pajak tersebut.

Jenis Pajak yang Wajib Dibayar UMKM

Jenis Pajak yang Harus Dibayar UMKM

Para pelaku UMKM yang mendaftarkan usahanya di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) biasanya akan diberikan Surat Keterangan Terdaftar (KTT) yang berisi informasi mengenai pajak apa saja yang harus dibayar secara rutin. Hal ini tergantung dari jenis transaksi yang dilakukan oleh bisnis Anda sekaligus jumlah omzet yang diperoleh dalam setahun. Sehingga dengan kata lain tidak ada jumlah atau nominal pasti terkait pajak yang wajib Anda bayar.

Secara garis besar, terdapat 3 jenis wajib pajak yang harus dibayar oleh pelaku UMKM di antaranya ialah: PPh Pasal 4 Ayat 2 atau PPh Final, PPh Pasal 21, PPh Pasal 23. 

Nah, masing-masing jenis pajak tersebut hanya berlaku apabila bisnis atau usaha Anda memenuhi syarat atau ketentuan yang diberlakukan.

Seperti pada PPh Pasal 4 Ayat 2 hanya dikhususkan bagi usaha atau bisnis yang memiliki sewa gedung/kantor, omzet penjualan, dll. Sedangkan untuk PPh 21 akan dibebankan apabila bisnis/usaha Anda memiliki karyawan atau pegawai. Lalu untuk PPh Pasal 23 akan dibebankan bila dalam operasional bisnis Anda terjadi transaksi pembelian jasa.

Mengenal PPh Final UMKM

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, PPh Final merupakan istilah lain yang digunakan untuk menyebut PPh Pasal 4 Ayat 2. Jenis pajak yang satu ini dibebankan pada perusahaan atau pelaku usaha yang memiliki sewa bangunan, jasa konstruksi, omset usaha, pajak atas obligasi dan lain sebagainya.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013, PPh Final untuk UMKM adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan atau omset yang diperoleh Wajib Pajak di bawah nominal Rp 4,8 miliar dalam setahun. 

Nah, nantinya sebagai seorang Wajib Pajak PPh Final ini harus dibayar pada tanggal 15 tiap bulannya. Pajak tersebut harus dibayarkan ke kas negara.

Setelah pembayaran PPh Final selesai dilakukan, biasanya Anda akan mendapatkan bukti pembayaran pajak atau Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). 

Selanjutnya, perusahaan akan memiliki tanggungan untuk membayar pajak secara rutin. Setidaknya terdapat dua jenis pajak yang harus dilaporkan setiap bulan dan setiap tahunnya.

Tarif PPh Final UKM

PPh Final UMKM

Terdapat beberapa perbedaan mengenai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang masuk ke dalam perhitungan Pajak Penghasilan. Apabila karyawan dalam sebuah UKM mendapatkan gaji atau upah perbulan yang jika ditotal  kurang dari Rp 32 juta per tahun, maka pelaku usaha akan dikenakan kewajiban pajak sesuai dengan aturan PPh Final.

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013, PPh Final merupakan pajak yang diberlakukan pada pelaku UKM atas penghasilan atau omzet yang mereka terima dari operasional perusahaan. Pajak Penghasilan Final ini khusus dikenakan pada para Wajib pajak yang memiliki omset di bawah Rp 4,8 miliar dalam setahun.

Namun pada tanggal 1 Juli 2018 lalu, pemerintah akhirnya memberlakukan tarif baru untuk PPh Final pelaku UMKM. Di mana tarif PPh Final yang semula diberlakukan sebesar 1% kini telah dipotong menjadi hanya 0,5%  dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Wajib Pajak Orang Pribadi hanya dapat menikmati tarif PPh Final 0,5% dalam kurun waktu 7 tahun

2. Sedangkan untuk Wajib Pajak Badan seperti Koperasi, Persekutuan Komanditer (CV), dan Firma hanya dapat menikmati tarif PPh Final 0,5% tersebut dalam kurun waktu 4 tahun saja

3. Lalu khusus untuk Wajib Pajak yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT), tarif PPh Final 0,5% hanya dapat dinikmati selama 3 tahun

Cara Menghitung Tarif PPh Final UMKM

Untuk menghitung tarif PPh Final bagi para pelaku UMKM ini sebenarnya cukup sederhana. Anda hanya perlu melakukan penjumlahan pada semua transaksi yang terjadi dalam sebulan dalam bisnis Anda, kemudian dikalikan 0,5%. Hasil dari perhitungan tersebut adalah besaran nominal pajak penghasilan final yang perlu Anda bayar ke kas negara.

Penting untuk diingat bahwa pembayaran PPh Final ini harus dilakukan secara rutin pada tanggal 15 tiap bulannya. Nah, setelah melakukan pembayaran atas kewajiban pajak bisnis Anda tersebut, maka Anda akan mendapatkan bukti pembayaran pajak atau NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara).

Contoh perhitungan PPh Final ini adalah sebagai berikut:

Adit adalah pelaku usaha sekaligus menjadi seorang Wajib Pajak Orang Pribadi. Dari bisnis kecil yang ia jalankan, per bulannya Adit bisa mendapatkan omset hingga Rp 30 juta.

Artinya, jika omset bisnisnya bulan ini adalah Rp 30 juta, maka pada tanggal 15 bulan depan Adit diwajibkan untuk membayar PPh Final sebesar Rp 150 ribu yang diperoleh dari hasil perhitungan Rp 30 juta x 0,5%. 

Penutup

PayrollBozz

Nah, itulah tadi sekilas informasi mengenai jenis-jenis pajak yang wajib dibayar oleh pelaku UMKM. Sekali lagi penting untuk digaris bawahi bahwa pajak adalah kewajiban bagi setiap masyarakat. Maka agar terhindar dari sanksi dan denda yang dapat memberatkan Anda di masa mendatang, jangan sampai menyepelekan pembayaran pajak tersebut.

Terlebih bagi para pelaku usaha yang kini telah diringankan kewajiban pajaknya dengan hanya perlu membayar 0,5% dari omset total sebulan. Pemotongan besaran pajak tersebut diharapkan tidak memberatkan bagi para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang ada di Indonesia.

Selain itu, untuk memudahkan Anda dalam mengelola seluruh keperluan sumber daya dalam perusahaan, Anda juga dapat menggunakan PayrollBozz sebagai software HRIS terbaik untuk bisnis Anda. Aplikasi ini memungkinkan para pelaku usaha atau divisi Human Resource mengelola absensi dan penggajian karyawan dari mana saja dengan lebih cepat dan akurat.

PayrollBozz juga dapat digunakan untuk membantu Anda dalam memudahkan perhitungan pajak, reimbursement, dan lain sebagainya. So, tunggu apa lagi? Yuk, gunakan PayrollBozz dan permudah sistem penggajian serta absensi bisnis Anda.

Denda atau sanksi bagi wajib pajak yang telat atau tidak melaporkan SPT dan cara membayar dendanya

Denda atau sanksi bagi wajib pajak yang telat atau tidak melaporkan SPT dan cara membayar dendanya

Denda SPT tahunan – Surat pemberitahuan atau SPT tahunan adalah sebuah surat laporan harta kekayaan dari wajib pajak, baik itu individu ataupun perusahaan. Ketentuan SPT ini sendiri diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 tentang pajak penghasilan pasal 21 dan 22. 

PPh 21 dan 22 sendiri berisi ketentuan wajib pajak untuk perorangan yang diatur dalam pasal 21 dan untuk pengusaha. Ketentuan pajak yang dimaksud dalam PPh pasal 21 dan 22 meliputi penghasilan seperti gaji atau upah kerja, tunjangan, honorarium, penghasilan dari kegiatan perdagangan dan pertukaran jasa. 

Semua laporan penghasilan dari wajib pajak harus dilaporkan ke Dirjen pajak dalam bentuk SPT setiap tahunnya. Fungsi dari SPT tahunan sendiri adalah sebagai sarana untuk wajib pajak melaporkan tanggung jawabnya yaitu berupa perhitungan pajak yang terutang pada penghasilannya. 

Laporan SPT tahunan diatur di dalam UU No 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga Atas UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dalam UU yang terbaru tersebut ada 2 jenis kewajiban pajak yang terkait tentang pelaporan surat pemberitahuan, diantaranya adalah : 

  1. Pelaporan SPT bulanan pajak
  2. Pelaporan SPT tahunan pajak (PPh perorangan dan Pph badan)
  • atas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yakni paling  lambat 3 bulan setelah batas akhir tahun pajak, yaitu tanggal 31 Maret.
  • Batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Badan paling lambat 4 bulan setelah batas akhir tahun pajak, yaitu tanggal 30 April.

Dan dalam kewajiban sebagai wajib pajak ada terdapat sanksi dan denda bagi yang tidak atau terlambat melaporkan SPT tahunan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).  Berikut adalah sanksi dan denda telat melaporkan SPT.

Baca juga : Panduan Lengkap E-Billing Pajak Agar Anda Tak Bingung Lagi Menggunakannya

Sanksi dan Denda SPT tahunan

Memperpanjang masa waktu pelaporan bagi wajib pajak dapat dilakukan yakni maksimal 2 bulan, caranya dengan memberikan pemberitahuan secara tertulis sesuai ketentuan yang berlaku. Namun jika wajib pajak terlambat dalam melakukan pelaporan SPT akan terkena denda sebagai berikut : 

  1. Wajib pajak perorangan yang telat atau tidak melaporkan SPT tahunan Pph pasal 21 dikenakan sanksi denda sebesar  Rp100.000
  2. Wajib pajak badan yang telat atau tidak melaporkan SPT tahunan Pph pasal 22 dikenakan sanksi denda sebesar Rp100.000
  3. Sanksi administrasi untuk surat pemberitahuan (SPT) masa pajak pertambahan nilai akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp500.000
  4. Dan untuk surat pemberitahuan masa lainnya dikenakan sanksi denda sebesar Rp100.000

Ada pun denda yang dikenakan kepada wajib pajak bisa dibayarkan melalui cara sebagai berikut : 

Cara bayar denda SPT tahunan

Untuk bayar denda karena telat melaporkan SPT Anda harus memiliki STP. STP adalah Surat Tagihan Pajak yang dikirimkan ke alamat Wajib pajak sesuai yang terdaftar pada data di DJP. Apabila STP tak kunjung datang, Anda bisa menanyakannya ke KPP tempat Anda terdaftar sebagai WP. 

STP yang tak diindahkan oleh wajib pajak akan terakumulasi bunga dan akan semakin besar apabila tidak segera dibayarkan. 

Dan apabila Anda telah menerima STP Anda dapat melakukan pembayaran denda melalui aplikasi e-billing, siapkan surat tagihan tersebut untuk melengkapi form yang ada di e-billing. Dan berikut adalah langkah-langkah membayar denda SPT. 

Baca juga : Cara membuat e-billing online Via DJP online

  1. Buka aplikasi DJP 
  2. Login dengan menggunakan NPWP, kata sandi dan captcha
  3. Pilih menu ‘Bayar’ kemudian pilih ‘e-billing’ 
  4. Isi dan lengkapi form surat setoran elektronik
  5. Pilih ‘Jenis Pajak,kemudian pilih kode  411125-PPh Pasal 25/29 OP
  6. Selanjutnya pilih ‘Jenis Setoran’, Masukan kode 300-STP
  7. Kemudian klik ‘Masa Pajak’ pilih Januari sampai Desember
  8. Isi dan lengkapi ‘Tahun pajak’ dan juga ‘Nomor ketetapan’ sesuai dengan STP (surat tagihan pajak)
  9. Kemudian isi kolom ‘Jumlah Setor’ sesuai dengan nominal yang tertera pada STP
  10. Langkah selanjutnya pilih ‘Buat kode billing
  11. Masukan kode keamanan, dan submit
  12. Sebelum klik cetak periksa kembali kebenaran dan kesesuaian, setelah yakin klik ‘cetak’ dan kode billing Anda pun akan terdownload otomatis
  13. Dan dengan kode billing yang Anda miliki, Anda bisa melakukan pembayaran melalui Bank, kantor pos, mobile banking/internet banking

Demikian adalah sanksi dan denda telat melaporkan SPT tahunan, lengkap dengan nominal dan cara pembayarannya melalui aplikasi DJP online, semoga informasi ini bermanfaat bagi kita semua. 

Mengenal Istilah SSE Pajak dan Cara Membuatnya

Mengenal Istilah SSE Pajak dan Cara Membuatnya

Keberadaan pajak yang dibayarkan oleh para wajib pajak amat bermanfaat bagi pembangunan dalam sebuah negara. Sebagai seorang warga negara yang baik, kita harus ikut serta berpartisipasi dalam pembayaran pajak dengan cara memberikannya secara tepat waktu. 

Kini tak ada lagi alasan untuk tidak membayar pajak karena kita bisa lebih mudah memenuhi kewajiban sebagai seorang wajib pajak dengan memanfaatkan fasilitas elektronik yang sebelumnya telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia. Salah satunya adalah dengan menggunakan SSE Pajak atau Surat Setoran Elektronik Pajak.

Apa itu SSE Pajak? Bagaimana cara membuat atau menggunakannya sebagai media pembayaran sebuah pajak? Apa saja keuntungan yang ditawarkan?

Pada artikel berikut ini, PayrollBozz akan mengajak Anda untuk mengetahui lebih lanjut mengenai definisi, keuntungan serta cara membuat SSE pajak yang mudah dipahami. Simak lengkap artikelnya berikut ini, ya.

Pengertian Surat Setoran Elektronik (SSE) Pajak

Definisi SSE Pajak

Mulai dari 1 Januari 2016, pemerintah telah mengalihkan pembayaran pajak dengan cara manual menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Surat Setoran Elektronik (SSE) pajak. Namun apakah sebenarnya yang dimaksud dengan SSE Pajak dan bagaimana pula cara mendaftarnya?

Baca juga : Mengenal Outsourcing Karyawan dan Perbedaannya dengan Karyawan Kontrak

Surat Setoran Pajak elektronik (SSE) sebagaimana telah diatur dalam PER – 05/PJ/2017 adalah sebuah bukti pembayaran pajak secara elektronik yang telah dilakukan dengan cara menggunakan formulir atau biasanya telah dilakukan dengan cara lain ke dalam kas negara melalui tempat-tempat pembayaran pajak yang ditunjuk oleh Kementerian Keuangan.

Surat Setoran Elektronik merupakan suatu pengembangan atau wujud elektronifikasi dari Surat Setoran Pajak (SSP). Sebagai wujud elektronifikasi dari Surat Setoran Pajak (SSP), SSE sendiri memiliki fungsi serta substansi isi yang sama dengan apa yang ada di dalam SSP yang kemudian dibayarkan dengan menggunakan sistem e-billing.

Munculnya system e-Billing dalam SSE yang dikembangkan oleh Ditjen Pajak patut diapresiasi karena dengan adanya e-Billing ini mampu memberi banyak manfaat seperti memungkinkan wajib pajak untuk membayar pajak dari mana saja serta kapan saja dan bisa melalui media apa saja seperti internet banking, mesin ATM, teller Bank, kantor pos atau bahkan aplikasi pembayaran pajak secara online

Keuntungan yang bisa didapat dari SSE Pajak

Keuntungan SSE Pajak

1. SSE memudahkan karena bisa melakukan pembayaran dari mana saja

Dengan adanya SSE pajak, pembayaran pajak bisa dilakukan tanpa bertatap muka. Selain itu tidak ada lagi proses mengantri di loker teller untuk melakukan pembayaran. Pembayaran dan formulir pembayaran pajak dapat diakses melalui smartphone masing masing.

2. Prosesnya menghemat waktu karena lebih cepat

Transaksi pembayaran pajak juga bisa dilakukan dengan waktu yang lebih singkat dari manapun kita berada.

3. Sistem yang akan lebih akurat mengurangi kesalahan

Sistem pembayaran baru pajak ini juga sangat membantu dalam menghindari kesalahan-kesalahan yang biasanya sering terjadi ketika memasukkan kode dari akun pajak atau kode jenis setoran pajak itu sendiri. Mengapa? Sistem online yang ada akan membimbing kita dalam proses pengisian SSE dengan lebih akurat sesuai transaksi perpajakan kita

Cara Membuat SSE Pajak

Cara Membuat SSE Pajak

Formulir SSE sendiri diterbitkan secara self-service dalam pengajuan pembayaran pajak melalui:

1. Aplikasi billing dari DJP (Ditjen Pajak).

2. Layanan, aplikasi, produk, atau sistem penerbitan dari kode billing oleh bank/pos dan pihak lain yang telah ditunjuk oleh Ditjen Pajak, meliputi didalamnya adalah perusahaan ASP.

3. Perusahaan Telekomunikasi.

Formulir SSE yang diterbitkan berisikan beberapa informasi seperti Nama wajib pajak, NPWP, alamat dan isian NOP, Jenis Pajak yang akan dibayarkan, Jenis Setoran, Masa dan Tahun Pajak, Nomor Ketetapan Pajak, serta Jumlah Setor yang harus diinput sendiri oleh para wajib pajak yang akan membayarkan pajak secara online tersebut.

Baca juga : Mengenal Istilah UU Cipta Kerja yang Marak Diprotes Berbagai Kalangan

Setelah para wajib pajak telah yakin dengan kebenaran informasi pembayaran pajak yang telah mereka input, maka kemudian sistem akan menerbitkan kode billing pembayaran pajak yang telah disertai dengan informasi tentang masa aktif kode billing.

Kode Billing sendiri adalah kode identifikasi yang biasanya diterbitkan melalui Sistem Billing atas suatu jenis pembayaran pajak atau setoran pajak yang akan dilakukan oleh para wajib pajak. Masa aktif dari kode billing yang tertera di dalam Formulir SSE perlu lebih diperhatikan karena jika sudah masuk jatuh tempo waktu pembayaran pajak, maka kode billing yang sebelumnya sudah terbit tidak dapat dipergunakan lagi.

Input data yang dilakukan juga sebaiknya dilakukan dengan lebih teliti karena setoran yang telah masuk di pos penerimaan tidak dapat diubah secara otomatis oleh para wajib pajak, tapi harus melalui serangkaian proses pemindahbukuan yang cukup rumit serta pengajuannya hanya bisa dilakukan secara manual.

Meski versi terbaru dari sistem billing pajak DJP (SSE3/SSE versi 3) telah bisa diakses namun sistem billing lama (untuk SSE versi 1 dan 2) selanjutnya akan dialihkan ke djponline.pajak.go.id namun masih bisa diakses seperti biasa.

Namun, sistem billing pajak yang baru ini memiliki tampilan baru dengan berbagai fitur yang lebih lengkap, fitur-fitur tersebut antara lain seperti fitur tambahan pembuatan billing atas NPWP pihak lain dan juga pembuatan billing untuk untuk Pembayaran Pajak tanpa-NPWP.

Pada sistem ini, maka penerbitan kode billing yang dilakukan melalui e-billing (self service) yang kemudian langsung diterima oleh para wajib pajak merupakan kunci utama kemudahan dalam proses pembayaran pajak yang lebih efisiensi terhadap waktu. Selanjutnya, kode billing yang telah dimiliki oleh para wajib pajak tersebut dapat dengan mudah dimasukkan atau diinput untuk diselesaikan pembayarannya.

Baca juga : Surat Setoran Pajak (SSP): Definisi, Fungsi dan Jenis-jenisnya

Penutup

Nah, itulah tadi artikel singkat mengenai definisi surat setoran elektronik atau SSE pajak. Dalam prakteknya, SSE pajak menawarkan begitu banyak kemudahan dalam hal setoran atau pembayaran bagi para pelaku Wajib Pajak. Dengan demikian, diharapkan orang-orang tidak bermalas-malasan lagi dalam menyetorkan tarif pajak yang wajib mereka bayar.

Bagaimana pun, uang yang dibayarkan oleh para pihak Wajib Pajak akan digunakan untuk mendukung pembangunan bangsa melalui perwujudan infrastruktur yang lebih baik, akses jalan yang lebih lancar, biaya belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan dan masih banyak lagi lainnya.

So, pada akhirnya apa yang kita bayar sebagai hal yang disebut pajak akan kembali pada diri kita sendiri untuk dinikmati. Jadi masih mau telat atau bahkan bolos membayar pajak? Pikirkan dua kali ya kalau tidak mau terkena sanksi.

Surat Setoran Pajak (SSP): Definisi, Fungsi dan Jenis-jenisnya

Surat Setoran Pajak (SSP): Definisi, Fungsi dan Jenis-jenisnya

Sudahkah Anda tahu apa itu Surat Setoran Pajak? Apa saja fungsi dan jenis-jenisnya yang perlu Anda ketahui? Jika belum, maka Anda tak perlu khawatir karena pada artikel berikut ini, PayrollBozz akan memberikan Anda informasi lengkap seputar Surat Setoran Pajak.

Apa itu Surat Setoran Pajak?

Apa itu surat setoran pajak?

Surat Setoran Pajak atau yang lebih sering disebut dengan istilah SSP, sebenarnya merupakan bentuk bukti pembayaran atau setoran pajak yang dilakukan dengan mengisi formulir atau dengan cara lain yang sesuai arahan dari Menteri Keuangan. Sedangkan pajak sendiri merupakan sebuah pungutan wajib yang diambil oleh negara dari rakyatnya. Nantinya uang pungutan dari pajak tersebut akan digunakan untuk memenuhi kepentingan umum dan negara dalam berbagai aspek.

Pada dasarnya, setiap warga negara memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Sebab dari pembayaran pajak inilah, pemerintah bisa melancarkan pembangunan infrastruktur untuk mensejahterakan penduduk. Dengan kata lain, pajak yang Anda bayarkan akan Anda nikmati sendiri hasilnya di kemudian hari.

Nah, jika Anda akan membayar pajak, maka perlu membuat formulir SSP terlebih dahulu dengan format atau template yang bisa Anda dapatkan dari internet. Atau dengan membeli bentuk yang sudah jadi dari toko kelontong, alat tulis ataupun toko online yang lebih mudah diakses. Nantinya, Anda hanya perlu mengisi formulir tersebut sesuai dengan arahan yang diminta. Kemudian membawanya saat akan membayar pajak ke bank, kantor pos ataupun tempat instansi lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

Namun hal tersebut tergantung dari jenis SSP yang akan Anda gunakan untuk pembayaran pajak. Ada beberapa jenis SSP yang disediakan langsung oleh instansi yang berwenang. Sehingga Anda hanya perlu mengisinya saja sesuai dengan format yang telah ditentukan.

Sama halnya dalam mengisi formulir pada umumnya, seluruh data yang diminta harus diisi dengan sejujur-jujurnya dan jangan sampai ada kesalahan pengisian. Beberapa data yang diminta meliputi nomor NPWP, nama lengkap, alamat tempat tinggal, kode akun pajak dan setoran, masa dan tahun pajak, nomor keterangan hingga jumlah nominal yang Anda bayarkan.

Baca juga: Panduan Lengkap e-Billing Pajak untuk Anda

Fungsi SSP

Fungsi SSP

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, meskipun hanya berbentuk formulir biasa. Namun SSP memiliki peran penting yang lebih dari sekadar formulir. Yakni, Surat Setoran Pajak ini dapat digunakan sebagai bukti pembayaran oleh para pihak Wajib Pajak. Dengan memiliki SSP ini, Anda berarti memiliki bukti bahwa sudah melakukan pembayaran pajak sesuai nominal dan waktu yang ditentukan.

Jika Anda sudah mengisi data SSP sesuai dengan yang diminta. Maka selanjutnya, Anda hanya perlu membawa surat tersebut ke pihak yang berwenang untuk kemudian disahkan.

Jenis-jenis SSP yang Perlu Diketahui

Jenis Surat Setoran Pajak

Dalam prakteknya, Surat Setoran Pajak ini memiliki beberapa jenis yang perlu Anda ketahui masing-masing definisinya. Berikut adalah jenis-jenis SSP tersebut:

1. Surat Setoran Pajak (SSP) Standar

Jenis SSP yang pertama adalah Surat Setoran Pajak Standar. Pada jenis yang satu ini, para pihak Wajib Pajak harus melakukan pembayaran ke Kantor Penerimaan Pembayaran. Nantinya, surat ini akan digunakan sebagai sebuah bukti dalam pembayaran dengan bentuk, ukuran maupun isi sesuai dengan yang telah ditetapkan.

Pada umumnya, SSP Standar dibuat 5 rangkap dengan masing-masing digunakan untuk keperluan berikut:

a) Lembar ke-1 untuk disimpan sebagai arsip oleh pihak Wajib Pajak

b) Lembar ke-2 diperuntukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)

c) Lembar ke-3 akan digunakan oleh pihak Wajib Pajak sebagai bentuk laporan ke KPP

d) Lembar ke-4 digunakan sebagai bahan arsip Kantor Penerima Pembayaran

e) Terakhir, lembar ke-5 untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan perundangan perpajakan yang telah berlaku

2. Surat Setoran Pajak (SSP) Khusus

Berikutnya, ada jenis SSP Khusus yang kurang lebih memiliki fungsi sama dalam hal administrasi perpajakan. Bedanya, SSP Khusus akan dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran menggunakan mesin atau alat yang sudah tersedia di sana dengan isi sesuai yang telah ditetapkan. Biasanya, formulir ini dicetak ketika terjadi transaksi pembayaran atau saat pihak Wajib Pajak melakukan setoran sebanyak 2 lembar.

Nantinya, kedua lembar tersebut akan diperuntukkan sebagai bahan arsip untuk pihak Wajib Pajak sekaligus sebagai bahan laporan ke KPP. Atau bisa juga dicetak 1 lembar dengan tujuan diteruskan pada KPPN untuk dijadikan sebagai lampiran Daftar Nominatif Penerimaan (DNP).

3. Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak dalam Rangka Impor

Yang ketiga ada Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak dalam Rangka Impor (SSPCP). Surat yang sati ini merupakan jenis SSP yang biasanya digunakan oleh importir atau Wajib Bayar pada saat melakukan transaksi impor. Dalam prakteknya, SSPCP dibuat dengan 6 rangkap yang nantinya diperuntukan sebagai berikut:

a) Lembar ke-1a akan digunakan untuk KPPBC (Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai) melalui pihak Wajib Pajak

b) Lembar ke-1b untuk disimpan atau sebagai bahan arsip oleh pihak Wajib Pajak

c) Lembar ke-2a akan digunakan oleh KPBC melalui KPPN 

d) Lembar ke-2b dan ke-2c diperuntukan oleh KPP melalui KPPN yang berwenang

e) Lembar ke-3a dan ke-3b untuk pihak KPP yang diberikan oleh pihak Wajib Pajak maupun dari KPBC

f) Terakhir atau lembar ke-4 akan digunakan untuk Bank Persepsi atau Pos Indonesia tempat Wajib Pajak melakukan pembayaran

4. Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan dalam Negeri (SSCP)

Terakhir ada SSCP yang biasanya digunakan oleh para pengusaha untuk mengurusi cukai atau barang yang terkena cukai. Tak hanya itu, PPN hasil tembakau buatan dalam negeri pun juga wajib menggunakan jenis SSP yang satu ini. Sama seperti SSPCP, Surat Setoran Pajak yang satu ini juga dibuat dalam 6 rangkap dengan fungsi sebagai berikut:

a) Lembar ke-1a akan diberikan pada KPBC melalui Penyetor atau pihak Wajib Pajak

b) Lembar ke-1b disimpan sendiri oleh Penyetor atau pihak Wajib Pajak sebagai bahan arsip

c) Lembar ke-2a digunakan untuk KPBC melalui KPPN

d) Lembar ke-2b selanjutnya diperuntukan bagi KPP yang diberikan melalui KPPN

e) Lembar ke-3 nantinya akan diberikan untuk KPP melalui pihak Wajib Pajak

f) dan terakhir, lembar ke-4 adalah untuk Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia tempat pihak Wajib Pajak melakukan pembayaran

Baca juga: Alasan Kenapa Harus Menggunakan Konsultan Pajak dan Tips Memilihnya

Penutup

Perhitungan Pajak

Menghitung jumlah kewajiban pajak yang harus Anda bayar merupakan salah satu hal terpenting. Terlebih jika Anda adalah seorang pelaku usaha yang menjalankan beberapa bisnis secara bersamaan. Tentu perhitungan pajak akan jauh lebih rumit jika dilakukan dengan cara yang manual.
Oleh sebab itu, penting bagi Anda untuk memiliki program yang tepat dalam membantu perhitungan pajak dengan lebih akurat dan efisien. Salah satunya adalah dengan menggunakan software PayrollBozz. Lewat aplikasi yang satu ini, Anda bisa lebih mudah dalam menghitung pajak yang harus dibayar tanpa harus repot-repot melakukan perhitungan secara manual.

Tak hanya dapat digunakan untuk membantu dalam perhitungan pajak. PayrollBozz juga dapat membantu Anda dalam mengelola aspek lain di perusahaan. Seperti memproses payroll atau gaji, melihat rincian absensi karyawan, pengajuan dan pembayaran reimbursement, kalkulasi BPJS serta membuat pola jadwal untuk karyawan. Lengkap sekali, kan?

So, tunggu apa lagi? Yuk, buruan gunakan PayrollBozz dan permudah cara Anda dalam mengelola usaha dengan lebih cepat dan akurat.

Let’s Talk About Tax: Cara Menghitung Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Let’s Talk About Tax: Cara Menghitung Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Berbicara tentang pajak bisa membuat kepala ini pusing tujuh keliling. Bagaimana tidak, kok rasanya urusan yang satu ini memusingkan sekali ya? Belum lagi kalau harus menghitung pajak yang disetorkan.

Hmmm…

Sebenarnya urusan pajak tak harus bikin Anda jadi stres lho. Karena dengan sedikit pemahaman saja, pajak sebenarnya tak terlalu sulit. Mau tahu buktinya? Yuk kita simak penjelasan tuntas tentang pajak dan bagaimana cara menghitung Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berikut ini.

Apa itu Pajak?

Pajak adalah iuran wajib yang di setorkan oleh warga negara kepada pemerintah. Tujuannya untuk membiayai anggaran negara yang diperlukan dalam pembangunan Negara.

Jadi, pajak sangat membantu Negara dalam membangun fasilitas serta infrastruktur yang diperlukan masyarakat. Selain itu, kebutuhan anggaran kesehatan, pendidikan, dan lainnya juga sangat terbantu oleh iuran pajak tersebut.

Siapa yang dimaksud dengan wajib pajak?

Anda pasti sering mendengar kata wajib pajak. Sebenarnya siapa sih yang dimaksud dengan wajib pajak tersebut?

Anda, Kami, dan semua warga negara yang masuk ke dalam ketentuan aturan adalah wajib pajak.

Baca juga : Mengapa Pakai Konsultan Pajak dan Cara Memilih Jasa Konsultan Pajak yang Baik

Singkatnya, wajib pajak adalah adalah orang pribadi atau badan yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diharuskan untuk melakukan kewajiban perpajakan.

Yang dimaksud dengan wajib pajak Orang Pribadi adalah setiap orang pribadi yang masuk ke dalam ketentuan perpajakan, memiliki penghasilan di atas PTPK (Penghasilan Tidak Kena Pajak).

Sedangkan yang dimaksud dengan wajib pajak berbentuk badan hukum adalah sekumpulan orang yang merupakan kesatuan usaha ataupun tidak, misalnya PT, CV, BUMN, firma, koperasi, yayasan, organisasi sospol, dan yang lainnya.

Apa itu Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)?

Nah, sekarang kita mulai masuk ke bagian yang terpenting dari pembahasan kali ini, yaitu PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak).

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah unsur yang sangat penting saat Anda menghitung Pajak Penghasilan (PPh), karena PTKP digunakan sebagai faktor yang mengurangi penghasilan yang didapatkan oleh wajib pajak.

Jadi, setelah Anda mendapatkan PTKP, penghasilan Anda akan dikurangi sejumlah tersebut, maka didapatkanlah nominal PKP (Penghasilan Kena Pajak) yang akan menjadi dasar penghitungan Pajak Penghasilan Anda sebagai wajib pajak.

Sesuai dengan pasal 7 UU Pajak Penghasilan No 36 Tahun 2008, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan jumlah pendapatan wajib pajak pribadi yang dibebaskan dari PPh Pasal 21. Dalam perhitungan PPh 21, PTKP berfungsi sebagai pengurang penghasilan neto Wajib Pajak (WP).

Setelah itu, barulah Anda dapat mengalikan PKP Anda dengan tarif pajak yang berlaku dan Anda bisa mendapatkan jumlah Pph yang harus Anda setor kepada negara.

Mengapa Ada PTKP?

Pendapatan masyarakat di Indonesia tentu tidak seragam. Ada yang tinggi, ada pula yang rendah. Negara sudah mengatur bahwa ada jumlah minimal penghasilan untuk masuk ke dalam kategori wajib menyetorkan pajak penghasilan.

Jadi, bila penghasilan Anda di bawah PTKP, maka Anda tidak wajib membayar Pajak Penghasilan. Sebaliknya, jika penghasilan Anda di atas PTKP, maka Anda wajib menyetor Pajak Penghasilan.

Jadi, semakin rendah pendapatan Anda, maka semakin kecil pula Pph yang harus disetorkan. Dan, semakin besar pendapatan Anda, berarti semakin besar pula Pph yang harus dibayarkan pada pemerintah. Hal ini karena Indonesia menganut sistem progresif dalam penghitungan pajak.

Baca juga : Panduan Lengkap E-Billing Pajak Agar Anda Tak Bingung Lagi Menggunakannya

Selain itu, PTKP juga berfungsi untuk melindungi masyarakat yang berpenghasilan rendah di bawah PTKP agar tak tak terbebani lagi dengan harus membayar Pajak Penghasilan.

Tarif PTKP yang Berlaku

Satu hal yang perlu diketahui saat Anda akan menghitung Pajak Penghasilan adalah tarif PTKP bisa berubah, dan disesuaikan oleh Dirjen Pajak. Sehingga, sebelum melakukan perhitungan, cek terlebih dulu tarif yang berlaku sekarang.

Selain aturan yang tercantum dalam pasal 7 UU No 36 Tahun 2008, ada pula Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI No. 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian PTKP. Dalam aturan baru ini, jumlah PTKP untuk wajib pajak orang pribadi adalah Rp 54.000.000,00 setahun atau Rp 4.500.000,00 per bulan.

Berdasarkan aturan tersebut, maka bila Anda berpenghasilan kurang dari Rp4.500.000,- sebulan, maka Anda dibebaskan dari pungutan PPh 21, dan kalau penghasilan Anda di atas atau sama dengan Rp4.500.000,- maka Anda wajib membayar Pph.

Daftar Nominal PTKP

  • Wajib Pajak Tidak Kawin Tanpa Tanggungan = Rp 54.000.000
  • Wajib Pajak Tidak Kawin dengan 1 (Satu) Tanggungan = Rp 58.500.000
  • Wajib Pajak Tidak Kawin dengan 2 (Dua) Tanggungan = Rp 63.000.000
  • Wajib Pajak Tidak Kawin dengan 3 (Tiga) Tanggungan = Rp 67.500.000
  • Wajib Pajak Kawin Tanpa Tanggungan = Rp 58.500.000
  • Wajib Pajak Kawin dengan 1 (Satu) Tanggungan = Rp 63.000.000
  • Wajib Pajak Kawin dengan 2 (Dua) Tanggungan = Rp 67.500.000
  • Wajib Pajak Kawin dengan 3 (Tiga) Tanggungan = Rp 72.000.000
  • Wajib Pajak Kawin dan Penghasilan Istri Digabung dengan Penghasilan Suami = Rp 112.500.000
  • Wajib Pajak Kawin dan Penghasilan Istri Digabung dengan Penghasilan Suami dengan 1 (Satu) Tanggungan = Rp 117.000.000
  • Wajib Pajak Kawin dan Penghasilan Istri Digabung dengan Penghasilan Suami dengan 2 (Dua) Tanggungan = Rp 121.500.000
  • Wajib Pajak Kawin dan Penghasilan Istri Digabung dengan Penghasilan Suami dengan 3 (Tiga) Tanggungan = Rp 126.000.000

Cara menghitung penghasilan tidak kena pajak (PTKP)

Sekarang kita akan melihat contoh cara menghitung PTKP ya.

Contoh 1: Perhitungan untuk PTKP Wajib Pajak Tidak Kawin

Diandra bekerja di PT. Cemerlang Abadi dengan pendapatan Rp7.500.000,- per bulan. Diandra belum menikah sehingga status wajib pajaknya adalah Tidak Kawin dengan Tanpa Tanggungan.

Kita lihat ketentuan daftar nominal PTKP di atas. Maka tarif PTKP Diandra masuk di angka Rp 54.000.000,-

Begini perhitungan PTKP dan Pph 21 Diandra:

Penghasilan per bulan = Rp 7.500.000,-
Penghasilan per tahun = Rp 7.500.000,- x 12 = Rp 90.000.000,-

Tarif PTKP yang berlaku = Rp 54.000.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun = Rp 90.000.000 – Rp 54.000.000 = Rp 36.000000,-

PPh Terutang 5% x Rp 36.000.000,- = Rp 1.800.000,-
Pph per bulan = Rp 1.800.000,- : 12 = Rp Rp 150.000,-

Sesuai dengan perhitungan di atas, Tarif PTKP Diandra masuk di angka Rp 54 juta, sehingga Diandra harus membayar Pph 21 sebesar Rp 150.000,- setiap bulannya atau Rp 1.800.000,- per tahun.

Baca juga : Pentingnya Surat Perjanjian Hutang dan Bagaimana Cara Membuatnya

Contoh 2: Perhitungan untuk Wajib Pajak Kawin dan Penghasilan Istri Digabung dengan Penghasilan Suami dengan 2 (Dua) Tanggungan

Nah, sekarang kita lihat contoh kasus 2. Harry adalah seorang karyawan yang bekerja di PT. Angin Mamiri, dengan penghasilan Rp 10.000.000,- per bulan. Ia sudah menikah dan istrinya pun bekerja di perusahaan yang sama dengan gaji per bulan Rp 7.500.000,-. Mereka berdua memiliki 2 orang anak.

Sesuai dengan daftar nominal PTKP, Harry masuk ke kategori wajib pajak kawin dan penghasilan istri digabung dengan penghasilan suami dengan 2 tanggungan, sehingga perhitungannya adalah sebagai berikut:

Kita lihat ketentuan daftar nominal PTKP di atas. Maka tarif PTKP Harry masuk di angka Rp121.500.000

Begini perhitungan PTKP dan Pph 21 Harry:

Penghasilan Gabungan per bulan = Rp 17.500.000,-
Penghasilan Gabungan per tahun = Rp 17.500.000,- x 12 = Rp 210.000.000,-

Tarif PTKP yang berlaku = Rp 121.500.000

Penghasilan Kena Pajak Setahun = Rp 210.000.000 – Rp 121.500.000 = Rp 88.500.000,-

PPh Pasal 21 Terutang 5% x Rp 88.500.000,- = Rp 4.425.000,-
Pph per bulan = Rp 4.425.000,- : 12 = Rp Rp 368.750,-

Sesuai dengan perhitungan di atas, Tarif PTKP Harry masuk di angka Rp 121,5 juta, sehingga Harry harus membayar Pph 21 sebesar Rp 368.750,- setiap bulannya atau Rp 4.425.000,- per tahun.

Bagaimana, mudah bukan melakukan perhitungan PTKP di atas? Terbukti bukan, urusan pajak tak harus menjadi sesuatu yang membingungkan lagi. Semoga informasi di atas bermanfaat ya!

Panduan Lengkap E-Billing Pajak Agar Anda Tak Bingung Lagi Menggunakannya

Panduan Lengkap E-Billing Pajak Agar Anda Tak Bingung Lagi Menggunakannya

Kalau Anda jarang mengurus pajak sendiri atau selama ini telah terbiasa mengurus pajak secara manual, mungkin agak sedikit kebingungan saat harus menggunakan e-billing. Bahkan tak jarang ada yang urusan pajaknya terhambat gara-gara tak mahir menggunakan e-billing.

Nah, supaya hal tersebut tak terjadi pada Anda, mari sama-sama pelajari penggunaan e-billing, agar ke depannya Anda dapat dengan mudah menggunakan e-billing untuk urusan pajak.

Apa itu e-billing?

Pertama, pasti Anda harus tahu dulu apa sebenarnya yang dinamakan dengan e-billing. Jadi, e-Billing pajak adalah metode pembayaran pajak secara elektronik menggunakan kode billing.

Ini memang merupakan cara baru yang diterapkan oleh Dirjen Pajak pada tahun 2016, jadi baru 4 tahun. Sehingga tak heran masih banyak masyarakat yang belum paham tentang tata cara penggunaannya.

Dengan metode ini, seluruh cara pembayaran pajak, baik melalui ATM atau bank, wajib menggunakan e-Billing. Ini adalah sistem yang menerbitkan kode tertentu, yang berguna untuk pembayaran pajak secara elektronik.

Pengguna yang akan mengisi Surat Setoran Pajak (SSP) elektronik akan dengan mudah dibimbing oleh sistem e-billing agar dapat mengisi SSP dengan benar sesuai transaksinya.

Setelah SSP diisi menggunakan e-billing, maka akan diperoleh kode yang dinamakan kode billing. Ini nantinya akan digunakan sebagai kode saat membayar pajak.

Baca juga : Mengapa Pakai Konsultan Pajak dan Cara Memilih Jasa Konsultan Pajak yang Baik

Sehingga, bisa disimpulkan e-billing adalah tools untuk membantu Anda sebagai wajib pajak dalam membuat SSP elektronik dan membayar pajak agar lebih mudah.

Jadi, secara sederhananya, fungsi e-billing adalah untuk membantu wajib pajak membuat surat setoran elektronik dan mendapatkan kode billing untuk membayar pajak.

Mengapa menggunakan e-billing lebih mudah dibandingkan billing biasa?

Ada banyak alasan kenapa e-billing bisa lebih memudahkan Anda saat mengurus pajak bila dibandingkan dengan billing biasa, yaitu:

Praktis

Di masa New Normal ini, di mana sebisa mungkin kita menghindari bepergian kalau tidak amat urgent, Anda bisa melakukan pengisian SSP dan membayar pajak di manapun, yang penting memiliki device dan koneksi internet.

Jadi, tak perlu repot-repot pergi ke kantor pajak, bank, atau kantor pos. Anda bahkan bisa mengurus pajak di saat tengah malam sekalipun, atau saat hari libur. Mudah kan?

Mempercepat proses

Kalau saat Anda mengurus pajak di kantor pos dan bank biasanya Anda harus berhadapan dengan antrian yang panjang, hal ini tak akan Anda temui saat menggunakan e-billing. Hemat waktu dan yang jelas hemat biaya, sehingga Anda bisa lebih produktif mengerjakan pekerjaan Anda yang lain

Aman

Karena seluruh data-data yang Anda masukkan ke SSP adalah dalam bentuk digital, maka tak ada ceritanya lagi Anda bisa kehilangan bukti setoran pajak.

Apalagi, bentuk digital seperti ini berarti Anda bisa mengakses data-data miliki Anda secara online kapan pun Anda membutuhkannya. Lebih aman bukan ?

Baca juga : Apa Saja Jenis-jenis Kompensasi yang Bisa Diberikan Pada Karyawan? Simak Penjelasannya di Sini!

Bagaimana cara menggunakan e-billing?

Nah, ini pastilah penjelasan yang Anda tunggu-tunggu. Bagaimana tidak, kalau belum terbiasa, kemungkinan di awal-awal Anda akan merasa kebingungan.

Jadi, kalau Anda akan membayar pajak lewat e-billing, Anda akan memerlukan yang dinamakan kode billing, yaitu kode identifikasi yang diterbitkan melalui sistem billing atas suatu jenis pembayaran atau setoran yang akan dilakukan oleh wajib pajak.

Anda bisa mendapatkan kode billing ini di kantor pajak, di bank, kantor pos, atau yang mudah adalah via online melalui website resmi DJP online

Cara yang terakhir ini paling banyak dipilih karena selain mudah dan praktis, juga tak membutuhkan ongkos tambahan asalkan ada jaringan internet yang lancar.

Ada 2 cara mendapatkan kode billing di website DJP online, yaitu:

Menggunakan akun DJP online

Salah satu cara utuk mendapatkan kode e-billing adalah dengan memiliki akun DJP online terlebih dahulu. Caranya, Anda bisa datang ke kantor pajak terdekat dan minta nomor e-fin yang nantinya akan digunakan untuk daftar akun DJP online.

Setelah itu, Anda dapat melakukan registrasi di djponline.pajak.go.id. Kalau sudah, yang perlu Anda lakukan adalah:

  • Login dengan memasukkan nomor NPWP, password, dan security code di situs ini
  • Lihat tampilan layar Anda, lalu pilih menu “BAYAR” dan kllik “E-BILLING”
  • Anda akan melihat data diri Anda muncul secara otomatis. Bila ada profil yang belum lengkap, maka Anda dapat mengisinya
  • Kalau sudah, Anda bisa memilih “BUAT KODE BILLING”
  • Lalu masukkan security code
  • Di layar akan muncul tampilan preview data, coba cek apakah data yang Anda masukkan sudah benar
  • Kalau data sudah tepat semuanya, Anda bisa klik “CETAK”
  • Nah, kode billing pun sudah berhasil dibuat. Mudah kan?

Tanpa menggunakan akun DJP online

Selain cara di atas, Anda juga bisa kok membuat kode billing tanpa harus memiliki dulu akun DJP online. Caranya juga tidak kalah mudah. Bedanya, kalau tadi Anda melakukan proses pembuatan kodenya di website https://djponline.pajak.go.id, sekarang bila membuat kode e-billing tanpa akun DJP online Anda harus mengunjungi website yang berbeda, yaitu https://sse3.pajak.go.id/.

Baca juga : CEO Adalah Bagian Terpenting dalam Perusahaan. Kita Kenali Tugas dan Fungsi CEO di Perusahaan yuk!

Ikuti cara-caranya sebagai berikut ya:

  • Pertama, masuk terlebih dahulu ke website https://sse3.pajak.go.id/, lalu pilih tulisan “BELUM PUNYA AKUN?”
  • Setelah diklik, akan muncul kolom-kolom yang harus Anda isi dengan data pribadi Anda sebagai wajib pajak, yaitu: Nomor NPWP, Nama, Email, PIN (PIN ini juga nantinya akan berfungsi sebagai password saat Anda login.), dan Security code.
  • Kalau semua data-data sudah diisi dengan lengkap, maka Anda tinggal pencet “DAFTAR”
  • Cek di inbox email yang tadi Anda daftarkan, apakah sudah ada email yang dikirimkan dari pajak.go.id. Jika sudah, buka email itu yang berisi link untuk mengaktivasi akun Anda.  Nah, sudah deh, akun Anda pun sukses dibuat.
  • Setelah itu, kunjungi lagi website https://sse3.pajak.go.id/, dan masukkan nomor NPWP Anda serta password (PIN yang tadi dibuat), juga security code
  • Lalu klik kolom yang bertuliskan “ISI SSE”
  • Sekarang Anda bisa mengisi form Surat Setoran Pajak Elektronik. Jangan lupa pilih jenis pajak yang akan Anda bayarkan, masa waktunya, serta tahun pajaknya
  • Masukkan nominal pajak yang akan dibayarkan
  • Bila ada keterangan yang ingin ditambahkan, Anda bisa menulisnya di kolom yang tersedia, lalu klik simpan.
  • Setelah itu di layar akan muncul 2 dialog box untuk mengonfirmasi. Klik “YA” utuk dialog box yang pertama, dan “OK” untuk dialog box yang kedua.
  • Nanti di layar akan muncul new page, yang berisi 2 kotak. Yang berwarna hijau untuk mengubah data SSP yang telah Anda input tadi, sedangkan yang berwarna ungu adalah utuk melanjutkan proses pembuatan kode billing.
  • Kalau sudah tak ada data yang ingin Anda ubah, maka langsung pilih saja kotak yang berwarna ungu
  • Setelah itu, akan muncul dialog box yang menyatakan bahwa kode billing Anda sudah selesai dibuat.
  • Lalu, akan muncul page yang menunjukkan data Anda dan kode billing yang telah dibuat, berikut masa berlakunya.
  • Nanti akan ada pilihan utuk mencetak kode billing Anda

Nah, mudah kan ternyata menggunakan e-billing pajak? Semoga dengan panduan lengkap e-billing di atas, Anda tak jadi bingung lagi ya saat akan menyetor pajak.

Mengapa Pakai Konsultan Pajak dan Cara Memilih Jasa Konsultan Pajak yang Baik

Mengapa Pakai Konsultan Pajak dan Cara Memilih Jasa Konsultan Pajak yang Baik

Pajak adalah sesuatu yang banyak masyarakat Indonesia masih belum terlalu memahami seluk beluk dan aturannya. Sehingga tak jarang wajib pajak terlambat melaporkan atau membayar kewajiban pajaknya.

Padahal, penting sekali bagi kita sebagai warga negara yang baik untuk taat pajak dan tepat waktu dalam pelaporan pajak.

Seperti kita tahu, pajak mempunyai fungsi yang sangat penting bagi pemangunan negara, karena dari pajaklah pemerintah mendapatkan biaya untuk membangun Indonesia.

Pajak adalah sumber utama pendapatan negara, jadi bisa dibayangkan kalau tidak ada pajak tentu pemerintah akan kesulitan untuk melakukan pembiayaan proyek pembangunan.

Selain itu, Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak dan mengendalikan inflasi melalui pajak. Jadi terbukti kan, betapa pentingnya penerimaan pajak bagi negara.

Sayangnya, dari sekian banyaknya yang termasuk wajib pajak di Indonesia, kesadaran untuk membayar pajak tepat waktu masih sangat rendah. Masih banyak orang yang tidak melaporkan SPT tahunan, misalnya.

Itulah sebabnya kali ini kita akan membahas tentang jasa konsultan pajak bagi wajib pajak perorangan maupun perusahaan yang sangat membantu memperlancar proses pajak di Indonesia. Kita simak bersama yuk penjelasan tentang konsultan pajak.

Apa itu konsultan pajak?

Hal pertama yang harus dibahas tentu adalah profesi konsultan pajak ini. Jadi, konsultan pajak adalah orang yang memberikan jasa pelayanan yang berhubungan dengan konsultasi pajak, agar kliennya yang merupakan wajib pajak dapat memenuhi kewajibannya dalam urusan pajak dengan baik, sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia.

Meskipun perannya sangat dibutuhkan oleh wajib pajak, tak semua orang bisa dengan mudahnya menjadi seorang konsultan pajak. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang sebelum bisa mejadi konsultan pajak yang akan kita bahas nanti.

Baca juga : Apa Saja Jenis-jenis Kompensasi yang Bisa Diberikan Pada Karyawan? Simak Penjelasannya di Sini!

Apa tanggung jawab konsultan pajak?

Selain memberikan penyuluhan atau konsultasi pajak terhadap wajib pajak, sebenarnya apa saja sih tanggung jawab lainnya yang dimiliki oleh seorang konsultan pajak?

  • Memberikan asistensi kepada wajib pajak yang memerlukan jasanya, agar bisa memenuhi kewajiban pajaknya dengan baik
  • Seorang konsultan pajak harus mematuhi kode etik dalam memberikan jasa konsultasi kepada wajib pajak
  • Memberikan pelayanan konsultasi pajak dengan baik dan sesuai aturan
  • Dalam melakukan kegiatannya, konsultan pajak harus mengacu pada standar pedoman profesi menurut ketentuan asosiasi konsultan pajak

Syarat menjadi konsultan pajak

Tadi di awal kami sudah menyampaikan bahwa tak sembarang orang bisa menjadi konsultan pajak. Ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sebelum seseorang bisa menjadi seorang konsultan pajak, yaitu:

  • Harus merupakan Warga Negara Indonesia
  • Sudah memiliki NPWP
  • Sudah memiliki izin praktik sebagai seorang konsultan pajak
  • Independen, artinya tidak terikat/bekerja pada pemerintah atau BUMN
  • Konsultan pajak harus sudah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak
  • Konsultan pajak harus sudah memiliki sertifikat konsultan pajak, yaitu surat keterangan tingkat keahlian sebagai konsultan pajak yang dapat diperoleh melalui Ujian Sertifikasi Konsultasi Pajak (USKP)

Tingkatan konsultan pajak

Dalam profesi konsultan pajak, dikenal ada yang dinamakan tingkatan. Jadi, masing-masing tingkatan konsultan pajak menentukan batasan jasa konsultasi yang dapat mereka berikan untuk para wajib pajak.

Tingkatan-tingkatannya adalah sebagai berikut:

  • Sertifikat Konsultan Pajak tingkat A. Mereka yang termasuk ke dalam tingkatan ini dapat memberikan jasa konsultasi bagi wajib pajak pribadi, kecuali wajib pajak yang tinggal atau domisilinya di negara yang memiliki persetujuan penghindaran pajak berganda dengan Indonesia
  • Sertifikat Konsultan Pajak tingkat B. Mereka yang termasuk ke dalam tingkatan ini dapat memberikan jasa konsultasi di bidang perpajakan kepada wajib pajak baik perorangan ataupun organisasi. Meskipun begitu, mereka tidak bisa memberikan service-nya pada wajib pajak penanaman modal asing dan wajib pajak yang tinggal atau domisilinya di negara yang memiliki persetujuan penghindaran pajak berganda dengan Indonesia
  • Sertifikat Konsultan Pajak tingkat C. Mereka adalah konsultan pajak yang dapat memberikan jasa konsultasinya kepada para wajib pajak perorangan maupun organisasi.

Manfaat konsultan pajak bagi perorangan atau perusahaan

Selain memudahkan kita sebagai wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajak kita, ternyata ada banyak manfaat lainya yang bisa diperoleh dengan menggunakan jasa mereka, yaitu:

Baca juga : 10 Aturan Tentang Cara Memecat Karyawan yang Harus Anda Ketahui

  • Meminimalisir tingkat kesalahan. Sebagai wajib pajak baik perorangan maupun perusahaan yang seringkali kurang mengerti bagaimana cara pengisian SPT Tahunan atau pelaporan pajak, misalnya, penting bagi kita untuk mendapatkan bantuan dari konsultan pajak yang tentu sudah sangat ahli di bidang perpajakan.
  • Masalah pajak dapat diselesaikan dengan waktu yang relatif lebih singkat
  • Bagi perusahaan yang didampingi oleh konsultan pajak saat diadakan pemeriksaan pajak akan lebih bisa menghadapi pemeriksaan tersebut tanpa masalah, karena minim resiko salah perhitungan
  • Perusahaan bisa lebih fokus menjalankan usaha dan pengembangan usaha

Ciri-ciri konsultan pajak yang baik

Sebelum menggunakan jasa konsultan pajak, pastikan dulu bahwa mereka memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  • Bersikap profesional
  • Memberikan jasa konsultasi sesuai aturan dan tidak berlaku curang atau memberikan nasihat perpajakan yang melanggar aturan
  • Berusaha mengingatkan kliennya akan kewajiban pajak yang harus dipenuhi
  • Memberikan informasi yang utuh, lengkap, dan terpercaya
  • Bersikap confidential, bisa menjaga rahasia kliennya sebagai wajib pajak
  • Teliti dan bisa diandalkan
  • Jujur
  • Mampu bersikap tegas menolak jika kliennya meminta penyelesaian kasus pajak lewat jalan yang melanggar hukum
  • Bersikap transparan

Cara memilih konsultan pajak yang baik

Berikut ini adalah tips cara memilih konsultan pajak yang baik:

  • Cari beberapa konsultan pajak yang telah memiiki reputasi baik, agar kemudian Anda bisa memilih satu yang terbaik di antara mereka.
  • Pilih konsultan pajak yang telah terdaftar dan memiliki izin praktek
  • Akan lebih baik jika kosultan pajak yang Anda akan pilih telah mendapat rekomendasi dari orang yang Anda kenal
  • Pilih konsultan pajak yang tidak pernah menawarkan solusi yang melanggar aturan dan hukum
  • Piih konsultan pajak yang memiliki kredibilitas tinggi, serta bisa menjaga kerahasiaan kliennya. Apalagi konsultan pajak akan berurusan dengan data-data penting milik kliennya.
  • Pilih konsultan pajak yang selain bisa melakukan perhitungan pajak, juga bisa membuat perencanaan pajak. Sehingga service yang diberikan bersifat menyeluruh atau komprehensif.
  • Pilih konsultan pajak yang bisa Anda ajak berkomunikasi dengan baik serta mudah dihubungi. Hal ini sangat penting, karena dalam pelaksanaannya nanti proses penghitungan dan perencanaan pajak Anda berjalan dengan lancar dan terhindar dari miskomunikasi.
  • Pilih konsultan pajak yang sesuai dengan budget Anda. Konsultan pajak yang memiliki tarif mahal belum tentu memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang menawarkan tarif lebih murah. Oleh karena itu, penting untuk memilih konsultan pajak yang memiliki reputasi dan kualitas baik dengan tarif yang terjangkau.

Nah, itu tadi penjelasan lengkap tentang konsultan pajak, berikut tips memilih konsultan pajak yang baik. Semoga dengan informasi di atas, Anda tidak akan kebingungan lagi ya dalam memilih konsultan pajak untuk membantu Anda melaksanakan kewajiban sebagai Warga Negara dan wajib pajak yang baik.

Langkah pemerintah bebaskan PPh21 sampai 25 selama 6 bulan

Langkah pemerintah bebaskan PPh21 sampai 25 selama 6 bulan

Untuk menstimulus perekonomian Indonesia Pemerintah melalui Menkeu Sri Mulyani memutuskan untuk melakukan pembebasan pajak Pph21 sampai 25 sementara selama 6 bulan, hal ini dikarenakan dampak dari penyebaran virus corona yang bukan hanya menyerang kesehatan tubuh tetapi juga ekonomi rakyat dan negara.

Pembebasan pajak ini sendiri akan mulai berlaku April sampai 6 bulan mendatang, tetapi sayangnya tidak semua karyawan atau industri yang dapat merasakan keringanan pajak ini. Dalam keputusannya keringanan ini hanya ditujukan ke sektor industri manufaktur.

Apa saja yang tergolong dalam sektor industri manufaktur? Contohnya seperti industri yang bergerak di bidang elektronik, makanan, obat-obatan, peralatan rumah tangga, mesin, tekstil, industri kimia, otomatif dan lainnya.

Jadi bagi perusahaan atau karyawan yang bekerja diluar industri manufaktur sayangnya tidak dapat merasakan keringanan ini. Dan selain pembebasan pajak penghasilan pasal 21, Pph 22, dan juga Pph 25 juga akan merasakan bebas pajak sementara selama 6 bulan. Apa yang dimaksud dengan Pph 22 dan Pph 25? Berikut ini ulasannya.

Pengertian Pph 21, Pph 22 dan Pph 25

1 ) Pengertian PPh 21

Pph21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah kerja, upah honorarium, tunjangan dan juga pembayaran lainnya dalam bentuk apapun yang berhubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan juga kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi sebagai sumber pajak.

2 ) Pengertian PPh 22

Berdasarkan UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36/2008, PPh 22 adalah pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.

Baca juga : Terisolasi karena covid19? Begini perhitungan upah kerjanya menurut SE Menaker

Berdasarkan dokumen yang dikeluarkan oleh Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan DJP Kementerian Keuangan, pemerintah akan melakukan relaksasi PPh pasal 22 impor selama 3 bulan.

3 ) Pengertian PPh 25

Terakhir, PPh 25 adalah pajak yang berlaku pada orang pribadi maupun badan yang memiliki kegiatan usaha sehingga diwajibkan membayar angsuran pajak penghasilan setiap bulannya.

Untuk Pph25 sendiri, pemerintah akan memberikan keringanan dengan mengurangi 25 sampai 50 persen pajak yang seharusnya dibebankan oleh tertanggung. Dengan seperti itu, pemerintah mengharapkan Pph 21, Pph 22 dan juga Pph 25 dapat mempertahankan daya beli masyarakat, sehingga dapat menjaga stabilitas ekonomi.

Demikian adalah syarat dan ketentuan pembebasan pajak sementara untuk Pph21, 22 dan 25 yang akan berlaku April ini sampa 6 bulan mendatang.

Pakai PayrollBozz hitung gaji jadi online dan mudah