Hak Karyawan/Pekerja Yang Terkena PHK Berdasarkan UU

Hak Karyawan/Pekerja Yang Terkena PHK Berdasarkan UU

Gelombang pemutusan hubungan kerja atau PHK dari perusahaan kepada karyawan di masa wabah pandemi ini sering dilakukan karena adanya kebijakan efisiensi, Hal tersebut dilakukan karena tidak lain dan tidak bukan karena efek dari covid 19 yang menyebabkan pasar-pasar dan kegiatan usaha terhenti sejenak, yang menyebabkan tidak adanya pemasukan ke perusahaan.

Perlu diketahui bahwa karyawan yang terkena imbas dari PHK memiliki hak yang harus dibayarkan oleh perusahaan kepada karyawan yang terdampak. Hak karyawan yang di PHK berbentuk apresiasi dalam bentuk uang pesangon sesuai dengan masa kerjanya di perusahaan tersebut.

Namun tidak semua karyawan berhak atas hak pemutusan hubungan kerja ini. Ada syarat dan ketentuan yang tertulis. Dan berikut ini adalah hak-hak pekerja yang terkena PHK berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Namun sebelum itu sebagai pengantar, perlu kita ketahui terlebih dahulu apa itu PHK dan bagaimana undang-undang mengaturnya.

PHK adalah..

Dalam Pasal 150 sampai dengan Pasal 172 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mengatakan PHK adalah “Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha”.

Dari definisi yang merujuk kepada pasal tersebut, maka kondisi pemutusan hubungan kerja juga bersifat kondisional, bisa karena 1 atau 2 hal. Contoh-contohnya antara lain seperti masa kontrak yang telah habis, karyawan yang tidak dapat lulus dalam masa uji coba (probation), alasan efisiensi perusahaan, dan karena pekerja yang bersangkutan tersandung masalah yang telah melanggar aturan, ketentuan, dan etik perusahaan.

Ada banyak kondisi dimana seorang karyawan dapat di PHK oleh perusahaan, baik secara sukarela ataupun tidak. Tetapi apakah karyawan/pekerja yang melakukan pelanggaran berat atau pidana dapat ditindak PHK? Dan apakah yang bersangkutan (karyawan) mendapatkan pesangon?

Yang pertama jika karyawan memenuhi syarat penerima pesangon berdasarkan masa kerja, maka tetap perusahaan wajib memenuhi kewajiban tersebut berdasarkan UU No 13 tahun 200 tentang ketenagakerjaan pasal 156.

Baca juga : Cara Daftar Kartu Pra-kerja, dan Step By Step-nya

Dan jika alasan PHK akibat kelakuan buruk, kriminal, dan yang lainnya harus berdasarkan putusan hukum, dalam hal ini ada bukti berkekuatan hukum baru disana perusahaan bisa melakukan tindakan PHK.

Dan berdasarkan pasal 158 ayat 3 UU no 13 tahun 2003 ‘Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat memperoleh uang penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4).’

Berdasarkan undang-undang yang berlaku, apakah karyawan yang melakukan tindak-tindakan yang buruk yang disebutkan dalam Pasal 158 ayat 1 UU ketenagakerjaan dapat di PHK atau tidak? Dan apakah yang bersangkutan mendapatkan pesangon?

Jawabannya adalah yang bersangkutan (karyawan) yang melakukan tindakan buruk dapat diberhentikan kontrak kerjanya oleh perusahaan setelah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum dan resmi, dengan memberikan hak nya berupa uang pesangon berdasarkan pasal 156 UU ketenagakerjaan.

Hak pekerja yang terkena PHK berdasarkan UU ketenagakerjaan

hak karyawan yang terkena PHK

Dari tadi kita berbicara tentang pasal 156 undang-undang no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang mengatur uang pesangon dan penghargaan bagi karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja atau PHK, dan berikut ini adalah isi dari pasal 156 UU ketenagakerjaan.

Pasal 156

(1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

(2) Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit sebagaiBerikut:

    a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
    b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
    c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
    d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
    e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
    f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam)bulan upah;
    g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah.
    h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
    i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

Baca juga : Beda ‘Dirumahkan’ Dengan ‘PHK’, Ini Definisinya

(3) Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:

    a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
    b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
    c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
    d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
    e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
    f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
    g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
    h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.

(4) Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

    a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
    b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja;
    c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
    d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Sumber : hukumonline.com

Demikian adalah hak-hak pekerja atau karyawan yang terdampak PHK, berdasarkan undang-undang no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, semoga informasi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

8 sektor Industri / Bisnis Yang Rentan Adakan PHK massal Akibat Wabah Covid 19

8 sektor Industri / Bisnis Yang Rentan Adakan PHK massal Akibat Wabah Covid 19

Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK akibat pandemi Covid 19 merajalela di banyak perusahaan, krisis ekonomi yang menghantam Indonesia saat ini memaksa para perusahaan untuk mem-PHK karyawan- karyawannya, seperti yang dilakukan Ramayana.

Akibatnya 1,65 juta buruh/karyawan terkena imbasnya, mereka kehilangan pekerjaan yang selama ini menjadi tumpuan hidupnya dan keluarga, walau ada beberapa perusahaan yang memberikan jaminan perekrutan kembali setelah wabah ini selesai.

Dan pada artikel kali ini akan membahas mengenai industri-industri apa saja yang paling terhantam keras karena wabah Covid 19, dan rentan melakukan kebijakan PHK massal. Berikut adalah ulasannya.

8 Sektor / industri bisnis yang paling merugi akibat Covid 19

1 ) Penerbangan

Imbas dari pandemi Covid 19 berakibat pada ditutupnya segala akses keluar dan masuk hampir di setiap Negara yang terjangkit, tidak terkecuali Indonesia. Industri bisnis penerbangan komersil bisa dibilang yang paling menderita, karena hampir tidak ada sama sekali kegiatan penerbangan, yang tentunya membuat perusahaan penerbangan tidak memiliki pemasukan seperti biasanya.

Dengan begini perusahaan yang terkait akan mengalami kerugian terus menerus selama pandemi ini terjadi, dan akibat hal tersebut mereka perlu melakukan efisiensi perusahaan, yang kemungkinan besar diambil adalah langkah pemutusan hubungan kerja atau PHK.

2 ) Hotel dan Pariwisata

Housekeeper cleaning a hotel room

Dilansir dari laman wartaekonomi.co.id industri perhotelan dan pariwisata termasuk hiburan menjadi sektor yang paling terhantam akibat pandemi. Banyak hotel-hotel yang harus tutup karena sepinya pengunjung, karena aktivitas yang sebulan terakhir dibatasi oleh pemerintah untuk menekan angka penyebaran virus.

Pariwisata juga kesulitan mendapatkan pemasukan akibat pembatasan sosial yang dilakukan pemerintah, tidak adanya turis yang berpergian ke tempat pariwisata membuat mereka kehilangan penghasilan dan juga merugi, serta rentan mem-PHK karyawan-karyawannya.

3 ) Restoran, bar/tempat makan

Selanjutnya sektor bisnis yang rentan melakukan PHK yaitu kuliner yang meliputi restoran, bar, dan tempat makan. Tidak adanya pengunjung yang datang karena kebijakan social distancing atau mall tempat mereka berada harus tutup, membuat omzet turun drastis. Untuk tetap bisa bertahan, banyak dari restoran yang sudah melakukan PHK atau kebiijakan merumahkan karyawan selama pandemi ini.

4 ) Meeting, Incentives, Conferences, Exhibitions (MICE)

3 tahun terakhir bisa dibilang merupakan era kejayaan leisure economy yang tumbuh sangat cepat. Tetapi akibat pandemi virus corona baru atau Covid 19 membuat pertumbuhan tersebut langsung terhenti, dan justru malah mengalami kerugian akibat mati surinya sektor ini.

Baca juga : 6 Profesi Paling Dibutuhkan Saat Wabah Virus Corona Saat Ini

5 ) Olahraga

Semua pertandingan olahraga yang sudah dijadwalkan harus dihentikan sementara, dan diundur akibat pandemi. Tidak hanya atlet saja yang mengalami kerugian ini, semua orang yang bekerja untuk mengurus pertandingan dan tim peserta terkena imbasnya. Tidak ada sponsor iklan yang masuk akibat tidak adanya pertandingan membuat semua tim tidak memiliki pemasukan, kerugian ini sendiri juga dialami oleh tempat kebugaran atau gym.

6 ) Mal dan ritel

Sudah terbukti pada perusahaan ritel Ramayana yang melakukan pemutusan hubungan kerja karena efisiensi akibat toko mereka harus tutup. Selain penerbangan yang mengalami dampak langsung akibat pandemi ini, Mal dan ritel juga mengalami hal yang sama.

Mulai dari anjuran sampai peraturan pembatasan sosial membuat seluruh masyarakat Indonesia tidak bisa berpergian seperti biasanya, yang berdampak langsung pada penurunan omzet toko, seluruh mall di zona merah Covid 19 juga tutup.

7 ) Otomotif

Selanjutnya sektor bisnis yang berpotensi melakukan pemutusan hubungan kerja karyawannya ada di sektor otomotif, yang mana bisnis otomotif juga sangat tergantung langsung dengan masyarakat dan poasar. Saat ini nilai pasar di industri otomotif turun hingga 30% yang berakibat pada kerugian besar perusahaan atau pabrik.

8 ) Industri bahan bakar

6 Profesi Paling Dibutuhkan Saat Wabah Virus Corona Saat Ini

Dilansir dari laman wartaekonomi.co.id banyaknya pabrik dan fasilitas produksi terhenti karena wabah, ditambah mobilitas dan transportasi jauh berkurang, maka industri minyak dan gas termasuk sektor yang paling terdampak Covid-19. Itu sebanya nilai pasar industri ini turun sampai 40%.

Demikian adalah 8 sektor bisnis atau industri yang terdampak paling parah karena pandemi Covid 19, yang juga berpotensi melakukan pemutusan hubungan kerja karyawannya secara masal. Tentunya kita semua berharap bahwa musibah ini cepat berlalu agar tidak perlu yang namanya PHK, dan keadaan ekonomi kembali pulih seperti biasanya.

Langkah tepat untuk perusahaan kepada karyawan yang bolos dalam jangka waktu yang lama

Langkah tepat untuk perusahaan kepada karyawan yang bolos dalam jangka waktu yang lama

Apa yang harus perusahaan atau HRD lakukan ketika ada karyawan yang suka absen dalam jangka waktu yang lama tanpa keterangan? PHK kah atau sekedar surat terguran?. Rasanya perusahaan perlu mengambil tindakan serius kepada karyawan yang hobi absen tanpa keterangan.

Salah satu tindakan yang pantas dilakukan oleh perusahaan kepada karyawan seperti di atas adalah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), apabila karyawan tersebut sudah melakukan tindakan absen berulang-ulang. Namun perusahaan juga perlu teliti dan hati-hati dalam mengambil keputusan, perlu adanya pertimbangan sebelum mengambil langkah agar setiap keputusan yang diambil dapat dipertahankan secara hukum.

mem-PHK seorang karyawan juga bisa menimbulkan resiko kepada perusahaan, yang bersangkutan bisa saja melakukan pelaporan kepada yang berwajib dengan tuduhan-tuduhan seperti ini :

3 Laporan tuduhan dari karyawan kepada perusahaan paska PHK

1 ) Pemecatan karena sakit

Biasanya tuduhan yang dilayangkan dari yang bersangkutan kepada perusahaan adalah pemecatan tersebut karena penyakit atau luka dan hal tersebut melanggar ketentuan perlindungan ketenagakerjaan serta UU yang berlaku.

2 ) PHK melanggar ketentuan

Selanjutnya adalah yang bersangkutan bisa bermanuver balik dengan melakukan tuduhan bahwa proses PHK tidak sesuai ketentuan dan tidak sesuai UU perlindungan ketenagakerjaan.

3 ) Pemutusan Hubungan Kerja tanpa dasar bukti

Point yang terakhir mungkin bisa menjadi catatan bagi divisi HR atau pengusaha dalam melakukan PHK, yakni teliti. Sebelum mengambil keputusan PHK sebaiknya perusahaan atau HRD mencari tahu bukti medis secara rinci dari dokter yang merawat karyawan. Karena ketidak hadiran karyawan bisa saja disebabkan yang bersangkutan benar-benar sakit, untuk itu kita perlu keterangan dari dokter atau medis yang menangani.

Walaupun begitu perusahaan atau HRD tetap harus melakukan sebuah tindakan kepada karyawan yang absen secara berturut-turut, dan untuk menghindari resiko kekeliruan dalam melakukan pemutusan hubungan kerja perlu dilakukan peninjauan sebagai berikut :

Hal-hal yang harus ditinjau sebelum melakukan PHK kepada karyawan

  • Tinjau kembali kebijakan dan ketentuan pada surat kontrak kerja yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk karyawan, tentang absensi yang berlaku di perusahaan anda
  • Jika karyawan tidak masuk karena alasan sakit, maka minta keterangan dari dokter atau praktisi medis yang menangani
  • Untuk menghindari manipulasi surat dokter, cek kembali kebenaran surat keterangan sakit dari dokter, dan hubungi informasi yang tertera.
  • Meminta karyawan untuk mematuhi peraturan dan kebijakan perusahaan
  • Berikan teguran secara lisan apabila benar bahwa karyawan tidak hadir dalam jangka waktu yang lama karena sakit.
  • Jika yang bersangkutan dalam hal ini karyawan tidak dapat menunjukan surat keterangan dokter, perusahaan atau HRD dapat memberikan surat peringatan.

Selain melakukan hal-hal di atas perusahaan juga dapat mencari tahu kemana karyawannya pergi, dan mengapa tidak hadir dalam waktu yang lama. HRD yang memegang informasi tentang karyawan bisa menghubungi ke keluarga atau kerabat yang bersangkutan dan menanyakan keadannya.

Tindakan memberikan hukuman kepada karyawan yang tidak hadir dalam waktu yang lama ini perlu dilakukan atas perimbangan secara bisnis. Ketidak hadiran karyawan yang terus menerus dapat menganggu operasional bisnis, dan menganggu kerja karyawan lainnya. Kerugian-kerugian seperti ini yang harus di perhitungkan oleh perusahaan, kemudian atas pertimbangan dan kebijakan yang berlaku maka perusahaan sudah sepantasnya mengambil sebuah tindakan tegas kepada karyawan yang absen secara berturut-turut dalam waktu yang lama.