UU Tentang PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) karena efisiensi

UU Tentang PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) karena efisiensi

UU tentang PHK – Baru-baru ini kita agak dikagetkan oleh kebijakan yang diambil oleh salah satu stasiun televisi swasta nasional, karena menganjurkan karyawannya untuk mengundurkan diri dari perusahaan, karena alasan adanya efisiensi tenaga kerja. Netizen pun menyayangkan kebijakan yang di ambil televisi masa kini, pasalnya salah satu chanel tv terbaik ini merupakan yang paling idelis dalam menayangkan dan menyajikan konten yang bermutu.

Walaupun pihak televisi tersebut menyangkal sangkaan akan adanya PHK massal, namun apakah sebenarnya pemutusan hubungan kerja karena alasan efisiensi perusahaan, diperbolehkan atau tidak menurut undang-undang?

Sebenarnya melakukan efisiensi tenaga kerja di perusahaan diatur dalam UU ketenagakerjaan tentang PHK pada pasal 164 ayat 3 yang mengatakan “Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, …”

Dalam pasal tersebut memang pengusaha sebagai pihak pemberi upah diperbolehkan melakukan pemutusan hubungan kerja kepada buruh/pegawai/karyawan mereka karena alasan efisiensi. Namun pada praktik dan hitung-hitungan perihal pesangon tidaklah mudah.

Ada beberapa syarat selain pemenuhan pemberian pesangon, pada bab perjanjian kerja sama, terdapat kondisi-kondisi tertentu agar perusahaan bisa melakukan pemutusan hubungan kerja, seperti membuktikan bahwa adanya kerugian dengan laporan keuangan dalam waktu 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.

Dan apabila ternyata perusahaan Anda sedang bermasalah dari aspek financial atau keuangan dan memerlukan adanya efisiensi tenaga kerja dengan melakukan PHK, maka sebaiknya ikuti tahapan-tahapan sebelum Anda melakukan PHK

Tahapan melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja) karena efisiensi

Pertama : Bacalah dengan teliti kitab UU ketenagakerjaan tentang PHK    

Pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 di Bab XII tentang PHK yang dimulai sedari Pasal 150 sampai Pasal 172, banyak membahas aturan tentang PHK, dari pasal-pasal ayat tersebut pahami impilkasi dari pemutusan hubungan kerja serta persyaratan apa saja yang harus terpenuhi.

Kedua : Lakukan audit keuangan perusahaan

Sesuai yang dikatakan pada pasal 164 ayat 3, perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja karena alasa efisiensi apabila perusahaan sedang mengalami kerugian, dalam waktu 2 tahun berturut-turut.

Untuk membuktikan adanya kerugian yang dialami oleh perusahaan, perusahaan harus melakukan audit itupun juga perlu dilampirkan dalam laporan, upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan untuk menyelematkan keuangan perusahaan.

Apabila kerugian tidak dapat dibuktikan melalui laporan, maka yang terjadi adalah perusahaan tidak akan mendapatkan izin dari LPPHI (dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial) yang mengurusi perjanjian kerja industri.

Ketiga : Kantongi izin PHK

Seperti yang Anda tahu diatas bahwa untuk melakukan PHK diperlukan izin dari LPPHI hal tersebut tertulis dalam Pasal 152 yang berbunti sebagai berikut :

(1) Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya.

(2) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diterima oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial apabila telah dirundingkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (2).

(3) Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya dapat diberikan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan, tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan.

Keempat : Beri tahu dan pengertian kepada karyawan

Setelah mendapatkan izin dari LPPHI, Seluruh karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut harus diberitahu alasan dibalik PHK kepada mereka, bukan hanya karena alasan efisiensi tapi berikan juga bukti kerugian dan kesulitan keuangan yang dialami perusahaan.

Hal ini merupakan tugas humas perusahaan, yakni memberi pengertian kepada semua karyawan yang terkena dampak atas masalah kesulitan keuangan tersebut. Dan beri tahu juga perihal jaminan atau kompensasi yang mereka terima.

Kelima : Hitung uang pesangon pemutusan hubungan kerja

Lakukan perhitungan uang pesangon seperti apa yang diatur dalam UU No. 13 tahun 2003 atau Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama. Biasanya hitungan pesangon termasuk komponen gaji pokok, tunjangan tetap, hari raya, kesehatan, pensiun, dan lainnya.

Keenam : Buat surat keterangan bekerja dari perusahaan Anda untuk karyawan

Surat keterangan pernah bekerja di perusahaan Anda adalah hal penting bagi karyawan untuk melamar ke perusahaan yang baru, surat ini diperlukan untuk “mempercantik” CV mereka. Dalam surat berikanlah keterangan masa kerja serta prestasi atau pencapaian selama bekerja untuk perusahaan Anda. Selain untuk melamar, Surat ini juga bisa untuk melakukan pencairan dana JHT.

Ketujuh : Minta karyawan untuk tandatangani dokumen dan mengembalikan inventaris perusahaan

Dokumen ini berisikan tentang informasi pemutusan hubungan kerja yang dilakukan perusahaan kepada karyawan mereka, dalam dokumen tersebut terlampir data diri dan pesangon yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan.

Apabila karyawan memiliki barang kantor atau inventaris yang digunakan karyawan selama bekerja, maka perusahaan berhak memintanya kembali. Anda juga bisa membuka kembali arsip inventaris perusahaan.

Kedelapan : Buat perpisahan yang manis         

Walau tidak wajib dan diharuskan tapi membuat moment manis yang bisa dikenang merupakan suatu kebahagiaan sendiri bagi setiap orang. Mereka yang telah bekerja bersama dan saling mengenal satu sama lain mungkin akan terpisah pasca PHK ini, maka perusahaan bisa memfasilitasi perpisahan tersebut dengan cara membuat acara farewell untuk mereka yang terkena PHK.