Cara mencairkan BPJS ketenagakerjaan sebagian atau seluruhnya

Cara mencairkan BPJS ketenagakerjaan sebagian atau seluruhnya

Cara mencairkan BPJS ketenagakerjaan – Program jaminan sosial kesejahteraan yang dikelola BPJS ketenagakerjaan menyasar untuk kelas pekerja dari sektor swasta. 

Merujuk pada Peraturan Pemerintah No 84 Tahun 2013 perusahaan atau pengusaha yang mempekerjakan sedikitnya 10 orang atau membayar upah minimal Rp 1 juta sebulan untuk mendaftarkan karyawan mereka sebagai peserta program BPJS Ketenagakerjaan.

BPJS ketenagakerjaan sendiri memiliki 4 program jaminan sosial diantaranya adalah sebagai berikut : 

4 Program jaminan sosial BPJS ketenagakerjaan

Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

JKK adalah program ketenagakerjaan untuk melindungi pekerja dari risiko kecelakaan kerja, meliputi berangkat ke tempat kerja, kecelakaan di tempat kerja, kecelakaan saat pulang kerja, dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.

Serta termasuk cacat atau kematian yang disebabkan risiko pekerjaan, manfaat yang didapatkan adalah pelayanan kesehatan tanpa batas plafon, beasiswa anak, santunan uang tunai, sampai rehabilitasi. 

Jaminan Kematian (JKM)

Selanjutnya adalah program JKM yang memberikan manfaat kepada sang ahli waris yang ditinggalkan, apabila peserta JKM meninggal dunia. JKM mengcover kematian diluar dari kecelakaan kerja, seperti sakit, kecelakaan jalan raya, dan lainnya. 

Santunan tunai bisa didapatkan oleh ahli waris apabila yang bersangkutan masih aktif bekerja (belum pensiun), JKM sendiri meliputi biaya pemakaman dan juga beasiswa untuk anak. 

Jaminan Pensiun (JP)

JP adalah program pensiun dari BPJS ketenagakerjaan yang manfaatnya dapat diterima setelah karyawan yang menjadi peserta program ini sudah pensiun. Manfaat yang diberikan adalah uang tunai bulanan yang diberikan dari awal pensiun sampai meninggal dunia, dan apabila yang bersangkutan meninggal dunia maka uang pensiun akan tetap diberikan kepada ahli waris. 

Baca juga : Tips lulus masa probation (percobaan kerja). SUKSES!

Jaminan Hari Tua (JHT)

Yang terakhir ada jaminan hari tua untuk karyawan apabila yang bersangkutan sudah tidak produktif lagi. Manfaat dari program JHT ini adalah saldo tabungan dari hasil iuran setiap bulannya, ditambah hasil pengembangan dana. Karena jenisnya adalah tabungan, JHT adalah satu-satunya program BPJS ketenagakerjaan yang manfaatnya bisa dicairkan tunai. 

Dan berbicara tentang pencairan dana BPJS ketenagakerjaan, pada artikel kali ini kami akan memberikan cara mencairkan BPJS ketenagakerjaan, baik itu pencairan dana sebagian maupun seluruhnya. 

Cara mencairkan BPJS ketenagakerjaan

Pencairan sebagian, 10% atau 30%

Berdasarkan Pasal 22 PP No 46 Tahun 2015 tentang Jaminan Hari Tua (JHT) memperbolehkan bagi peserta yang masih aktif yang ingin mencairkan saldo JHT sebagian, dengan persentase sebagai berikut. 

  1. Persiapan untuk pensiun : Maks 10% dari total saldo, atau
  2. Keperluan untuk kepemilikan rumah : Maksimal 30% dari total seluruh saldo

Syarat untuk mencairkan BPJS sebagian ini adalah masa kepesertaan yang sudah 10 tahun, dan ketentuan lainnya peserta hanya bisa satu kali mencairkan BPJS sebagian, apabila sudah pernah mencairkan 10% maka tidak dapat mengajukan kembali baik untuk presentasi yang 30% ataupun 10%.

Pencairan 100%

Untuk mencairkan BPJS ketenagakerjaan 100% ada syarat-syarat tertentu seperti dibawah ini : 

  1. Mencapai usia 56 tahun atau usia pensiun
  2. Meninggal dunia
  3. Mengalami cacat total permanen
  4. Pindah ke luar negeri selamanya
  5. Mengalami PHK
  6. Berhenti bekerja atau mengundurkan diri (resign)

Pencairan saldo JHT 100% baru bisa dilakukan apabila peserta memenuhi salah satu syarat di atas, untuk waktu yang dibutuhkan untuk mencairkan saldo JHT paling cepat adalah 1 bulan terhitung setelah tanggal peserta berhenti bekerja atau tidak bekerja di perusahaan yang baru. 

Cara mencairkan BPJS ketenagakerjaan menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT adalah sebagai berikut. 

Baca juga : Hukum Ketenagakerjaan: Definisi, Tujuan dan Regulasinya

Persyaratan pencairan saldo JHT Sebagian/seluruhnya

Dokumen yang harus disiapkan untuk pencairan dana JHT sebagian

  1. Kartu kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang asli dan juga fotokopi
  2. KTP (kartu tanda penduduk) / paspor asli dan juga fotokopi
  3. KK (kartu keluarga) asli dan juga fotokopi
  4. Surat keterangan masih aktif bekerja dari perusahaan
  5. Buku tabungan asli dan fotokopi apabila pencairan melalui transfer melalui Bank
  6. Dokumen perumahan dan fotokopi (khusus untuk pencairan 30% saldo untuk keperluan kepemilikan rumah)
  7. NPWP asli dan fotokopi, apabila nominal pencairan lebih 50 juta

Dokumen yang harus disiapkan untuk pencairan dana JHT seluruhnya

  1. Kartu kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang asli dan juga fotokopi
  2. KTP (kartu tanda penduduk) / paspor asli dan juga fotokopi
  3. Buku tabungan asli dan fotokopi apabila pencairan melalui transfer melalui Bank
  4. NPWP asli dan fotokopi, apabila nominal pencairan lebih 50 juta
  5. Surat keterangan pensiun (bagi yang pensiun)
  6. Surat keterangan berhenti bekerja / resign (bagi yang resign atau mengundurkan diri)
  7. Bukti persetujuan bersama yang telah didaftarkan di pengadilan hubungan industrial atau penetapan PHI (untuk yang di PHK)
  8. Fotokopi paspor dan surat keterangan tidak bekerja lagi di Indonesia (untuk peserta yang meninggalkan Indonesia selamanya)
  9. Surat keterangan dari dokter (Untuk yang mengalami cacat total dan permanen sebelum memasuki masa pensiun)
  10. Surat keterangan kematian dari rumah sakit/kepolisian/kelurahan serta surat keterangan ahli waris dari instansi yang berwenang (untuk yang meninggal dunia sebelum pensiun)

Cara mencairkan BPJS ketenagakerjaan 

Cara konvesional

Setelah dokumen lengkap sesuai dengan kebutuhan pencairan dana, langkah selanjutnya adalah Anda datang ke kantor BPJS Ketenagakerjaan setempat. Kemudian lengkapi form untuk pengajuan klaim yang diberikan kepada Anda, setelah itu petugas dari BPJS akan memeriksa kelengkapan syarat peserta. Jika lengkap dan sesuai dengan syarat yang dibutuhkan, petugas akan memberikan estimasi waktu pencairan saldo

Baca juga : Peran Penting Slip Gaji dalam Sistem Penggajian Karyawan

Via Aplikasi BPJSTKU

Selain cara konvensional ada cara mencairkan BPJS ketenagakerjaan lainnya yaitu melalui aplikasi BPJSTKU. Pertama install aplikasi BPJSTKU di ponsel, daftar kemudian isi form online dan mengunggah persyaratan yang dibutuhkan yang telah di scan. Apabila semua persyaratan lengkap dan sesuai maka Anda akan mendapatkan email jadwal untuk datang ke kantor  BPJS untuk menyerahkan semua dokumen asli.

Cara yang satu ini lebih dianjurkan karena lebih efisien, dan Anda tidak perlu bolak -balik kantor karena kelengkapan syarat yang bermasalah. Demikian ada cara mencairkan BPJS ketenagakerjaan, baik itu sebagian ataupun seluruhnya. 

Berikut Adalah Hak Karyawan Yang Meninggal Dunia Karena Covid 19 Untuk Ahli waris/Keluarga nya

Berikut Adalah Hak Karyawan Yang Meninggal Dunia Karena Covid 19 Untuk Ahli waris/Keluarga nya

Korban jiwa akibat Covid 19 di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia tenggara yakni mencapai 9%, juru bicara kemenkes untuk penanganan kasus Covid 19 Achmad Yurianto mengungkapkan rata-rata korban jiwa yang meninggal adalah mereka yang memiliki penyakit bawaan yang sudah ada, yakni seperti seperti penyakit jantung, paru-paru, dan ginjal.

Melihat tingginya angka kematian dari kasus Covid 19 di Indonesia sudah seharusnya menjadi perhatian khusus untuk semua orang, tidak hanya sekedar menjaga kesehatan melainkan juga mencari tahu informasi tentang hak pasien meninggal akibat corona atau Covid 19, baik dari Negara ataupun perusahaan bagi mereka yang berstatus sebagai pekerja, buruh atau karyawan.

Dan pada artikel kali ini mari kita mencermati bersama-sama hak-hak apa saja yang diterima oleh korban meninggal untuk ahli waris atau keluarga yang ditinggal, berdasarkan UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 Pasal 166.

Dalam aturan UU ada hak berupa uang pesangon dan UPMK sebagai uang penghargaan sesuai dengan masa kerja. Dan uang tersebut dibayarkan oleh pengusaha/perusahaan kepada ahli waris, ketentuan tersebut dalam-dalam UU berbunyi sebagai berikut:

‘Dalam hal hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia, kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama dengan perhitungan 2 kali uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), 1 kali uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).’

Dari pasal 166 di UU ketenagakerjaan dengan jelas tertulis dalam hal hubungan kerja karyawan/buruh yang meninggal dunia mendapatkan sejumlah uang pesangon dengan ketentuan yang sudah di atur, dan berikut ini adalah tabel besaran uang pesangon berdasarkan Pasal 156 ayat (2) dan UPMK Pasal 156 ayat (3) :

Hak Karyawan Yang Meninggal Dunia Untuk Ahli waris/Keluarga Dari Pengusaha/Perusahaan

Masa kerja Pesangon UPMK
< 1 tahun 1 bulan upah
1 tahun sampai < 2 tahun 2 bulan upah
2 tahun sampai < 3 tahun 3 bulan upah
3 tahun sampai < 4 tahun 4 bulan upah 2 bulan upah
4 tahun sampai < 5 tahun 5 bulan upah 2 bulan upah
5 tahun sampai < 6 tahun 6 bulan upah 2 bulan upah
6 tahun sampai < 7 tahun 7 bulan upah 3 bulan upah
7 tahun sampai < 8 tahun 8 bulan upah 3 bulan upah
8 tahun sampai < 9 tahun 9 bulan upah 3 bulan upah
9 tahun sampai < 12 tahun 9 bulan upah 4 bulan upah
12 tahun sampai < 15 tahun 9 bulan upah 5 bulan upah
15 tahun sampai < 18 tahun 9 bulan upah 6 bulan upah
18 tahun sampai < 21 tahun 9 bulan upah 7 bulan upah
21 tahun sampai < 24 tahun 9 bulan upah 8 bulan upah
24 tahun atau lebih 9 bulan upah 10 bulan upah

Sebagai contoh seorang karyawan yang sudah bekerja 6 tahun lebih dengan gaji pokok dan tunjangan bulanan sebesar 6 juta rupiah, maka ahli warisnya berhak mendapatkan 7 bulan upah yang berarti 7 x 6 juta = 42 juta ditambah UPMK sebesar 18 juta (3 bulan upah), jadi total pesangon ditambah UPMK sebesar 60 juta.

Baca juga : Langkah pemerintah bebaskan PPh21 sampai 25 selama 6 bulan

Kemudian ditambah lagi dengan uang penggantian hak di Pasal 156 ayat (4) yang meliputi hal-hal dibawah ini sebagai berikut :

    1. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur
    2. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja
    3. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat
    4. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama

Hak Karyawan Yang Meninggal Dunia Untuk Ahli waris/Keluarga Dari Jamsostek

hak karyawan meninggal dunia

Sedangkan pemerintah melalui Jamsostek juga akan memberikan sejumlah uang, ada yang dibayarkan sekaligus dan juga secara bertahap. Keluarga atau ahli waris dari karyawan/buruh yang meninggal dunia akan mendapatkan manfaat dari program JKM (Jaminan kemarian), JP (Jaminan pensiun), serta JHT (Jaminan hari tua).

Dalam kondisi ini ahli waris yang ditinggal akan mendapatkan uang tunai dari manfaat JKM total sebesar 42 juta rupiah. Teridiri dari 20 juta untuk santunan, kemudian ada 12 juta untuk santunan berkala yang diberikan 24 kalo, dan juga 10 juta untuk biaya pemakaman.

Manfaat Jaminan kematian ini bagi yang telah membayar iuran lebih dari 3 tahun, dengan kedisiplinan membayar 80% akan mendapatkan baiay pendidikan atau beasiswa untuk 2 orang anak. Masing -masing 1,5 juta per tahun untuk tingkatan pendidikan TK hingga SD/sederajat, 2 juta rupiah per tahun untuk SMP/sederajat, 3 juta rupiah per tahun untuk SMA/sederajat, dan 12 juta per tahun untuk tingkat S-1.

Demikian adalah hak karyawan yang meninggal dunia untuk ahli waris/keluarga yang ditinggal, untuk keterangan lebih lanjut baiknya selalu cek perubahan ketentuan perihal pemberian hak uang pesangon, santunan, dan jaminan sosial bagi ahli waris.

Tentang kenaikan iuran BPJS kesehatan

Tentang kenaikan iuran BPJS kesehatan

Kenaikan iuran BPJS kesehatan menjadi topik unggulan setidaknya dari 2 hari yang lalu, rencana akan adanya kenaikan iuran menuai pro dan kontra dikalangan masyarakat. Banyak masyarakat yang juga peserta JKN (jaminan kesehatan nasional) memberikan tanggapannya, ada yang tidak setuju karena kenaikan terlalu tinggi yakni mencapai 100% untuk kelas 1 dan 2 kemudian 65% untuk kelas 3, dan ada juga yang setuju karena ini demi menutupi defisit yang selama ini terjadi serta bisa membantu orang miskin yang tidak mampu.

Kemenkeu khususnya Menteri Sri Mulyani Indrawati menjadi alamat keluhan masyarakat yang tidak setuju akan kenaikan ini, mereka mengeluhkan iuran terlalu tinggi dan pelayanan yang buruk seperti kamar inap yang di downgrade karena alasan penuh, dan harus menebus obat diluar rumah sakit karena stok obat habis.

Menanggapi keluhan tersebut Kemenkeu melalui Nufransa Wira Sakti yang menjabat sebagai Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi di Kementerian Keuangan menjelaskan

“Dalam rangka mengatasi defisit JKN itu, pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk PMN sebesar Rp 5 triliun (2015) dan Rp 6,8 triliun (2016) serta bantuan dalam bentuk bantuan belanja APBN sebesar Rp 3,6 triliun (2017) dan Rp 10,3 triliun (2018),” katanya dalam keterangan tertulis, Minggu (8/9/2019).

“Dalam rangka menjaga keberlangsungan program JKN, maka kenaikan iuran itu memang diperlukan. Jangan sampai program JKN yang manfaatnya telah dirasakan oleh sebagian besar penduduk Indonesia terganggu keberlangsungannya,” tambahnya.

Sumber : finance.detik.com

Landasan Kenaikan iuran BPJS kesehatan

Menutup defisit yang semakin tahun semakin meningkat menjadi landasan utama naiknya iuran BPJS kesehatan, lalu bagaimana dengan formula perhitungan persentase pembayaran iuran BPJS bagi penerima upah, jika kebijakan ini jadi diberlakukan pada tahun depan?

Sekarang ini peserta penerima upah wajib membayar iuran BPJS kesehatan sebesar 5% dari upah yang diterima setiap bulannya dengan batas upah 8 juta, yang persentase pembayarannya 4% ditanggung pemberi upah (pengusaha,perusahaan) dan 1% ditanggung oleh PU (penerima upah).

Dan jika kenaikan ini benar diberlakukan pada tahun depan maka perbedaannya selain kenaikan 100% untuk kelas 1 dan 2 serta 65% untuk kelas 3 maka batas upah juga akan dinaikan, yang semula 8 juta menjadi 12 juta. Contoh kasus persentase pembayaran iuran BPJS kesehatan untuk PU (penerima upah).

Sebelum kenaikan

Ardi merupakan karyawan swasta dengan penghasilan sebesar Rp 10 juta/bulan membayarkan iuran BPJS sebesar Rp 400ribu setiap bulannya, dengan persentase pembayaran 5% yang 4% ditanggung oleh perusahaan dan 1%ditanggung oleh Ardi yang langsung dipotong. Pembagiannya Ardi membayar Rp 80ribu dan pemberi kerja Rp 320ribu total menjadi Rp 400ribu dengan batas upah Rp 8juta.

Setelah kenaikan

Dengan orang, penghasilan dan tempat kerja yang sama Ardi yang memiliki upah 10juta perbulan kini harus membayar iuran sebesar Rp500 ribu, dengan formula perhitungan yang baru yakni Ardi sebagai PU harus menanggung 1% dari gajinya sebesar 100ribu dan 4% ditanggung perusahaan yakni sebesar Rp400 ribu.

Demikian adalah info tentang kenaikan iuran BPJS kesehatan yang sedang menuai pro dan kontra, namun apapun langkah yang diambil oleh pemerintah semoga mendapatkan peningkatan kualitas pelayanan di rumah sakit.